GELORA.CO - Perusahaan ban kenamaan, Bridgestone mempidanakan kakek Samirin (69) karena mengambil sisa getah karet seharga Rp 17.480 perak. Mendukung pelaporan itu, jaksa menuntut Samirin selama 10 bulan penjara! Hal ini sangat disesalkan.
"Ini bukti bahwa praktisi hukum kita atau bahkan sebagian besar Sarjana Hukum kita terutama jaksa dan hakim itu positivis, hanya menjadi corong UU. Menerapkan hukum tanpa melihat konteks. Dalam konteks itu ada rasa keadilan," kata ahli hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi detikcom, Kamis (16/1/2020).
Menurut Fickar, banyak faktor mengapa para Sarjana Hukum kita memiliki pandangan positif. Salah satunya Fakultas Hukum hanya memproduksi ahli hukum perundang-undangan yang positivis.
"Yang hanya menekankan pada sisi kepastian saja, ketimbang rasa keadilan dan kemanfaatannya," ujar Fickar.
Kedua, banyak hukum dijalankan berdasarkan pesan sponsor. Baik dari pihak yang dirugikan atau dari perusahaan.
"Menetapkan hukum dengan pesan sponsor dari perusahaan atau pihak yang merasa dirugikan. Dengan sponsor itu nenutup mata hati keadilannya. Sehingga orang kecil selalu menjadi sasaran penegakan hukum," ucap Fickar.
Berdasarkan dakwaan jaksa, kasus itu terjadi pada 17 Juli 2019 petang. Kala itu kakek Samirin baru saja menggembala lembu di Nagori Dolok Ulu Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Simalungun.
Setelah itu, kakek Samirin mengumpulkan sisa getah rembung/karet yang tersisa. Sisa getah itu dia masukkan ke kantong kresek.
Di saat yang sama, lewat petugas perkebunan yang sedang berpatroli. Samirin lalu dibawa ke kantor Security Perkebunan PT Bridgestone SRE Dolok Maringir. Kemudian menimbang getah dan hasilnya sebesat 1,9 kg. Bila diuangkan seharga Rp 17.480.
Tanpa ampun, perusahaan melaporkan Samirin ke kepolisian dan ditahan. Jaksa kemudian menuntut Samirin dihukum 10 bulan penjara. Akhirnya, Samirin divonis 2 bulan 4 hari dan langsung bebas pada Rabu (15/1/2020) malam.(dtk)