GELORA.CO - Peneliti The Habibie Center Bawono Kumoro menyebut tercecernya Partai Amanat Nasional (PAN) di posisi ke-8 pada Pileg 2019 lalu menunjukkan perlu adanya pembaruan di partai matahari putih terbit itu.
Dengan kata lain, era Ketua Umum Zulkifli Hasan (Zulhas) periode 2015-2020 adalah masa kelam dalam sejarah PAN dengan hasil terburuk sepanjang sejarah Pileg.
Bawono melihat niat Zulhas untuk maju kembali sebagai Caketum di Kongres V PAN yang rencananya digelar di Kendari pada 10-12 Februari mendatang menuai banyak keraguan dari berbagai pihak. Majunya kembali Zulhas, kata dia, dalam kontestasi kali ini merupakan sebuah kenekatan politik.
"Nekad karena apa yang mau dijual ke voters? Kalau hasil di Pileg suara PAN mengalami peningkatan dari sebelumnya, secara moral ia layak maju kembali. Faktanya justru sebaliknya," ucap Bawono dalam keterangannya, Kamis (30/1/2020).
Bawono menjelaskan, pada Pileg 2019, PAN hanya mencatatkan 6,48% suara, jauh menurun dibanding perolehan 2014 sebesar 7,59% suara nasional.
Pria yang juga dosen di sejumlah kampus di Jakarta ini mengusulkan perlunya pembaruan atau perubahan mendasar di PAN. Diungkapkannya, yang dimaksud ialah adanya pergantian rezim secara signifikan, sehingga PAN kembali "seksi" di mata pemilih dengan narasi "Harapan Baru".
Caranya dengan menghadirkan rezim baru di PAN. Dari calon-calon yang beredar, praktis hanya Asman Abnur dan Drajat Wibowo yang masuk kategori itu. Sementara Zulhas dan Mulfachri Harahap (MH) berada di satu kubu di bawah kendali Amien Rais (AR)," ucapnya.
"Kini semua kembali ke para voters PAN, yang terdiri dari DPW dan DPD, apakah mereka mau melakukan perubahan, atau justru tenggelam dengan rezim lama. Itu kebutuhan mendesak, karena tren PAN di bawah rezim MAR-ZH-MH telah gagal," imbuhnya.(dtk)