GELORA.CO - Kini perhatian publik beralih ke PT Asabri (Persero), pasca skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Asabri mulai jadi sorotan setelah Menko Polhukam Mahfud Md menyebut ada dugaan korupsi Rp 10 triliun.
Sejumlah permasalahan pada asuransi yang mengelola dana anggota TNI/Polri ini pun perlahan muncul ke permukaan. Masalah tersebut salah satunya terkait pengelolaan investasi.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) BPK Achsanul Qosasi mengatakan, BPK telah melakukan audit keuangan pada Asabri di tahun 2016.
Saat itu, BPK meminta Asabri untuk melakukan perbaikan investasinya. Sebab, ada saham-saham berisiko dan tidak likuid.
"Iya, Asabri harus melakukan perbaikan terhadap investasinya karena ada saham-saham yang beresiko dan tidak likuid," katanya seperti melansir detikcom, Selasa kemarin (14/1/2020).
Dia melanjutkan, setelah itu Asabri mulai melakukan perbaikan pada investasinya. Namun, belum semua dilakukan.
Ia melanjutkan, yang bertugas memantau investasi Asabri ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lantaran, Asabri melaporkan portofolio investasinya ke OJK tiap bulan.
"Sehingga menjadi tugas OJK untuk memantau dan memperbaikinya. Karena mereka melaporkan portofolio investasinya ke OJK setiap bulan," terangnya.
Achsanul menambahkan, dari sisi likuiditas Asabri masih aman. Lantaran, Asabri masih terus menerima premi di mana tiap tahunnya mencapai Rp 1 triliun.
Koleksi Saham Gocap Asabri
Asabri disinyalir punya masalah yang sama dengan Jiwasraya, yakni masalah investasi di saham gorengan. Mengutip data KSEI dan RTI, ada beberapa portofolio saham Asabri di saham lapis tiga. Beberapa di antaranya kini berada di harga paling dasar Rp 50 per lembar alias gocap.
Seperti pada saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP). Asabri tercatat memegang 1,82 miliar lembar saham atau setara 5,44% dari seluruh modal yang disetor perusahaan.
Kemudian ada saham PT SMR Utama Tbk (SMRU). Asabri memegang 826,7 juta lembar saham SMRU atau setara 6,614%.
Lalu di saham PT Sido Mulyo Tbk (SDMU), Asabri memegang 205 juta lembar yang setara 18,06% dan saham PT Hanson International Tbk (MYRX) sebanyak 4,68 miliar lembar setara 5,4%. Semua saham itu kini merupakan saham gocapan.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah mengaudit Asabri.
Hasil audit BPK
Hasil audit BPK pada Asabri tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester II 2016.
Pemeriksaan mencakup efektivitas penyaluran pembayaran pensiun dan efisien pengelolaan investasi tahun buku 2015 dan semester I tahun 2016 yang dilakukan pada Asabri di Jakarta, Sumatera Utara, Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Berdasarkan IHPS Semester II 2016 Selasa (14/1/2020), Asabri dalam menjalankan kegiatan penyaluran pembayaran pensiun menunjukkan angka capaian kinerja sebesar 65,08% atau cukup efektif.
Sedangkan dalam menjalankan kegiatan pengelolaan investasi menunjukkan angka capaian kinerja 59,61% atau kurang efisien.
Lebih lanjut, BPK kemudian menemukan sejumlah hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, ketelanjuran bayar atas pensiun punah minimal sebesar Rp 2,31 miliar belum disetorkan oleh mitra bayar sesuai perjanjian kerja sama (PKS).
PKS antara Asabri dengan mitra bayar mengatur kewajiban mitra bayar di antaranya adalah mengembalikan uang pensiun yang telanjur di-drop ke mitra bayar serta terlanjur dibayar kepada peserta yang tidak berhak sesuai tagihan dari PT Asabri, dalam jangka waktu yang telah diatur dalam masing-masing PKS.
"Akibatnya, penerimaan lain-lain atas pengembalian uang peserta pensiun minimal sebesar Rp 2,31 miliar belum diterima dan berpotensi merugikan PT Asabri," tulis laporan tersebut.
Kedua, Asabri membayar uang kepada PT WCS untuk pembelian saham senilai Rp 802 miliar, meskipun tidak pernah menerima saham PT HT sesuai yang diperjanjikan dalam Memorandum Of Understanding (MoU).
Adapun penjelasannya, pada tanggal 4 November 2015 dilakukan penandatanganan MoU untuk pembelian saham PT HT sebesar 18% senilai Rp1,2 triliun yang diwakili oleh Direktur Utama PT Asabri dan Sdr BTj selaku pihak dari PT WCS yang disaksikan oleh Kepala Divisi Investasi Asabri.
Hasil pemeriksaan dan analisis atas dokumen proses penyertaan saham Asabri pada PT HT di antaranya, Asabri tetap melakukan transfer uang muka kepada PT WCS untuk pembelian 18% saham PT WCS sebesar Rp 802 miliar, meskipun saham PT WCS tidak pernah diterima karena telah dijual kepada pihak lain.
Selanjutnya, Asabri membatalkan pembelian saham PT HT kepada PT WCS, dengan cara Asabri melakukan pembelian tanah Sdr BTj di Perumahan Serpong Kencana senilai Rp 732 miliar, dan sisa pembelian saham berikut bunganya dikembalikan secara tunai.
"Hal tersebut mengakibatkan nilai pembelian saham PT HT kepada PT WCS sesuai dengan MoU senilai Rp1,2 triliun dan pembayaran uang muka senilai Rp 802 miliar dan saham yang tidak pernah dikuasai merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN tanggal 1 Agustus 2011," bunyi laporan itu lebih lanjut.
Hal tersebut disebabkan pada saat itu Direktur Utama PT Asabri dalam menandatangani MoU dengan PT WCS tidak memperhatikan kepentingan perusahaan karena tidak didahului dengan due diligence dan feasibility study sesuai dengan SOP Asabri.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas efektivitas penyaluran pembayaran pensiun dan efisiensi pengelolaan investasi tahun buku 2015 dan semester I tahun 2016 pada PT Asabri mengungkapkan 15 temuan yang memuat 19 permasalahan yang terdiri dari 5 permasalahan ketidakefisienan senilai Rp 834,72 miliar.
Lalu 12 permasalahan ketidakefektifan, 1 permasalahan potensi kerugian negara senilai Rp 637,1 miliar, dan 1 permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp 2,31 miliar.[ljc]