KPK Memburu Politikus PDIP

KPK Memburu Politikus PDIP

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Gagal melenggang ke Senayan, Harun Masiku masih memilih jalan lain saat salah satu koleganya meninggal dunia. Namun jalan terjal masih dihadapinya hingga berakhir dengan status tersangka KPK.

Sebelum berseragam merah dengan logo banteng bermoncong putih, Harun sebelumnya mengabdi di Partai Demokrat, bahkan sempat menjadi Anggota Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres Partai Demokrat tahun 2009 di Sulawesi Tengah. Lantas Harun meloncat ke PDIP dengan jabatan Bendahara DPD PDIP Sumatera Selatan.

Pada Pemilu 2019 Harun tercatat menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6. Namun perolehan suara Harun kalah. Dari Dapilnya lantas yang melaju ke Senayan adalah Nazarudin Kiemas.

Namun pada Maret 2019, Nazarudin meninggal dunia sehingga harus digantikan melalui mekanisme Pergantian Antar-Waktu (PAW). Mulai dari sinilah pangkal persoalan yang berbuah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan bermula.

"Awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan DON (Doni) mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers pengumuman penetapan tersangka Wahyu Setiawan pada Kamis (9/1) malam.

KPK Memburu Politikus PDIP
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (Foto: Ari Saputra/detikcom)

"Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu," imbuh Lili.

Dari penelusuran Putusan MA terhadap gugatan yang diajukan PDIP tercantum sejumlah nama. Disebutkan dalam putusan yang diadili ketua majelis hakim agung Supandi dengan anggota Yosran dan Is Sudaryono itu nama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Megawati dan Hasto disebut memberikan kuasa kepada Donny Tri Istiqomah dan kawan sebagai pengacara pada PDIP untuk mengurus gugatan tersebut.

Hasil dari gugatan itu dapat dicek pada tautan di bawah ini:

Lantas Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin di DPR. Namun KPU melalui rapat pleno menetapkan caleg PDIP yang memperoleh suara di bawah Nazarudin yaitu Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin di DPR.

Apa alasan PDIP mendorong Harun untuk menduduki kursi di DPR?

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sempat memberikan penjelasan. Hasto menjelaskan pemilihan tersebut didasarkan atas jejak karier Harun Masiku yang dinilai bersih.

"Dia sosok bersih dan dalam upaya pembinaan hukum juga selama ini cukup baik track record-nya," kata Hasto di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1).

Terlepas dari itu rupanya terjadi 'main mata' dalam pengurusan PAW. Kembali pada penjelasan Wakil Ketua KPK Lili yang menyebut ada seorang swasta bernama Saeful melobi Agustiani Tio Fridelina agar mengabulkan Harun sebagai pengganti Nazarudin ke DPR. Agustiani lantas menghubungi Wahyu Setiawan yang merupakan Komisioner KPU. KPK menyebut Agustiani adalah mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga orang kepercayaan Wahyu Setiawan.

KPK Memburu Politikus PDIP
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom)

Namun KPK tidak menyebutkan jelas mengenai ada tidaknya perintah dari PDIP pada Saeful untuk mengurusi masalah itu. Sumber uang dari Saeful disebut KPK akan didalami dalam proses penyidikan.

"Akan didalami oleh penyidikan. Ini akan dalam karena ini masih awal dan sifatnya OTT dan pasti akan didalami," kata Lili.

Kembali pada persoalan lobi-lobi. Wahyu yang mendapatkan kabar dari Agustiani lantas menyatakan setuju dengan mengatakan 'Siap mainkan!'.

"Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta," kata Lili.

Menurut KPK, ada beberapa kali realisasi pemberian pada Wahyu. Namun pada 7 Januari 2020, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. Setelahnya Wahyu Setiawan menghubungi Doni bahwa dirinya masih mengupayakan Harun sebagai PAW.

"Pada Rabu, 8 Januari 2020, WSE (Wahyu Setiawan) meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani. Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani Tio Fridelina) dalam bentuk dolar Singapura," ucap Lili.

KPK lantas menetapkan Wahyu Setiawan dan Agustiani sebagai penerima suap dan Harun serta Saeful sebagai pemberi suap. Wahyu Setiawan, Agustiani, dan Saeful lantas ditahan KPK.

Lalu ke mana Harun?

Rupanya saat OTT dilancarkan pada Selasa (7/1) malam, Harun tidak turut dibawa tim KPK. Entah di mana keberadaan Harun. Setelah berstatus tersangka, barulah kemudian KPK meminta Harun untuk menyerahkan diri.

"KPK meminta tersangka HAR (Harun Masiku) segera menyerahkan diri ke KPK dan kepada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," ucap Lili, masih pada Kamis (9/1) malam.

"KPK berharap masyarakat dapat mengawal proses penanganan perkara ini karena dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani ini terkait dengan aspek mendasar dalam proses demokrasi yang sedang kita jalani," imbuh Lili kemudian.

Waktu berlalu hingga setidaknya pada pukul 13.30 WIB di hari Jumat (10/12020) Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Harun belum menyerahkan diri. Di mana Harun?

"Belum (menyerahkan diri)," ucap Ali.

Ali enggan menjelaskan lebih lanjut posisi KPK menunggu kehadiran Harun atau aktif mencarinya. Ketika ditanya soal informasi keberadaan Harun, Ali menjawab diplomatis.

"Tentang hal tersebut, tim penyidik sedang bekerja," imbuh Ali.

Di sisi lain Hasto sebagai Sekjen PDIP mengaku tidak tahu di mana keberadaan Harun. Dia menyerahkan sepenuhnya upaya penegakan hukum ke KPK.

"Harun ini kita tidak tahu khususnya di mana. Sekali lagi kami percayakan," kata Hasto.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita