GELORA.CO - Menteri BUMN Erick Thohir tengah melakukan berbagai upaya agar klaim nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bisa dicairkan. Namun dia menyebut, banyak oknum yang gerah karena kasus Jiwasraya ini diproses hukum.
Adapun saat ini Kejaksaan Agung tengah memproses kasus Jiwasraya. Bahkan ada sepuluh orang dicekal ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi di balik gagal bayar Jiwasraya.
“Mungkin akan banyak oknum-oknum yang gerah selama ini jarah Jiwasraya dan sekarang Jaksa Agung proses hukum mulai masuk," ujar Erick Thohir usai meninjau posko banjir di kawasan Tangerang, Banten, Minggu (5/1).
Erick Thohir pun pantang mundur dan bersama dengan berbagai pihak terkait akan terus menyelidiki oknum yang membuat Jiwasraya mengalami kerugian besar. Bahkan menurutnya, oknum ini juga yang menyebarkan berita tak sesuai fakta, seperti dana Jiwasraya dipakai oleh Presiden Jokowi untuk kampanye.
"Tapi yang kami setop oknum-oknum yang merampok Jiwasraya. Ya mohon maaf banyak diplesetkan, dibilang Pak Jokowi yang ambil, istana yang ambil. Ini kan jangan-jangan yang neriak-neriak ini yang ketakutan ini dibongkar," katanya.
Mantan Presiden Inter Milan ini pun membantah kabar yang menyebut dirinya mengambil uang Jiwasraya demi menutupi kasus ini.
"Dibilang saya ambil uang. Saya bingung, kan baru datang, baru mau bersih bersih,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kasus ini dimulai pada 2004, di mana perusahaan sudah memiliki cadangan yang lebih kecil dari seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,76 triliun.
Pada 2006, laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban. Hingga 2008, defisit nilai ekuitas perusahaan semakin melebar menjadi Rp 5,7 triliun dan Rp 6,3 triliun pada 2009.
Selanjutnya, langkah untuk reasuransi membawa nilai ekuitas surplus Rp 1,3 triliun per akhir 2011. Pada 2012, Bapepam-LK memberi izin produk JS Proteksi Plan (produk bancassurances dengan Bank BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim dan BPD DIY).
Pada 2017, OJK memberi sanksi Jiwasraya karena terlambat menyampaikan laporan keuangan 2017. Laporan keuangan tahun itu masih positif, pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp 21 triliun, meskipun perusahaan terkena denda sebesar Rp 175 juta.
Namun pada April 2018, OJK dan Direksi Jiwasraya mendapati adanya penurunan pendapatan premi karena guaranteed return JS Saving Plan juga turun. Pada Mei 2018, Jiwasraya mengalami pergantian direksi. Direksi yang baru menyampaikan ada hal yang tidak beres terkait laporan keuangan perusahaan kepada Kementerian BUMN.
Menurut hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) pada laporan keuangan 2017, ada koreksi laporan keuangan interim dari yang semula Rp 2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar. Laporan audit BPK tahun 2018 juga menyebutkan bahwa perusahaan berinvestasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi.
Lalu pada Oktober 2018, perusahaan mengumumkan ketidaksanggupannya membayar polis nasabah JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar. Untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko atau RBC sebesar 120 persen, Jiwasraya butuh modal Rp 32,89 triliun.
Berdasarkan laman resmi Jiwasraya, laba bersih perseroan pada 2017 hanya Rp 328,43 miliar, anjlok dibandingkan 2016 yang masih Rp 2,14 triliun. Laba yang merosot tersebut karena adanya lonjakan klaim dan manfaat yang dibayarkan perseroan, termasuk kenaikan cadangan klaim.
Tidak hanya itu, biaya akuisisi juga melompat dari Rp 702,65 miliar pada 2016, menjadi Rp 980,90 miliar di 2017. Sementara total beban klaim dan manfaat juga melompat dari Rp 17,93 triliun menjadi Rp 22,78 triliun.
Sementara aset perusahaan tercatat senilai Rp 23,26 triliun, tapi kewajibannya mencapai angka Rp 50,5 triliun. Ekuitas negatif Rp 27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan mencapai Rp 15,75 triliun.(*)