GELORA.CO - KPK mengatakan telah menerima izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait proses penggeledahan dan penyitaan setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Surat izin dari Dewas KPK itu sudah terbit pada Jumat (10/1) malam.
"Surat izin Dewas dipastikan sudah ada, KPK dapatkan kemarin," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (11/1/2020).
Ali mengatakan surat izin tersebut tidak bisa ditunjukan ke semua pihak. Sebab, menurutnya, surat terkait tindakan pro justitia hanya bisa ditunjukan ke pihak-pihak tertentu.
"Surat-surat terkait tindakan pro justitia tentu hanya akan ditunjukan penyidik kepada pihak-pihak yang berpentingan langsung," ujarnya.
Namun, Ali memastikan KPK sudah mendapat izin dari Dewas KPK. Surat untuk melakukan penggeledahan tersebut ditandatangani oleh Dewas KPK setelah KPK melengkapi berkas administrasinya.
"Terkait penanganan perkara KPU penyidik telah berkoordinasi dengan Dewas. Beberapa izin untuk kebutuhan penggeledahan juga sudah ditandatangani Dewas setelah sejumlah kelengkapan administrasi terpenuhi," ucap Ali.
Sebelumnya, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir meminta KPK menunjukkan surat izin dari Dewas KPK berkaitan dengan kasus yang menjerat komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan agar rakyat percaya proses OTT tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
"Namanya surat izin harus dipublikasi bahwa ini lo surat izinnya, supaya rakyat percaya, gitu. Maksudnya rakyat percaya bahwa telah punya surat izin," kata pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir dalam diskusi Polemik bertema 'KPK UU Baru, Komisioner Baru, Gebrakan Baru', di Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1).
Mudzakir mengatakan surat izin Dewas KPK terbuka untuk umum. Menurutnya, untuk memberikan kepastian hukum, sudah seharusnya KPK menunjukkan surat izin tersebut kepada masyarakat.
"Kita tidak bisa berpolemik bahwa saya punya, ini tidak punya, dan seterusnya. Kenapa? Surat izin itu terbuka untuk umum, sampaikan kepada publik bahwa saya sudah punya. Maksudnya KPK harus menunjukkan bahwa ini surat izinnya. Ini urusannya urusan hukum dan urusan penegakan hukum. Penegakan hukum harus ada kepastian hukum, jadi harus jelas supaya nanti KPK jangan salah langkah. Kalau salah langkah, akibatnya, semua proses itu menjadi, sebut saja, kalau tidak ada izin, kan mengundang masalah," tuturnya.
Sementara itu, Pada Rabu (8/1), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) dan surat perintah penyadapan (sprindap) OTT yang baru dilakukan KPK diterbitkan sebelum pimpinan baru dilantik. OTT KPK yang dimaksud yakni OTT terhadap Bupati Sidoarjo pada Selasa (7/1) malam dan OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1).
Ia menuturkan sprindap yang dikeluarkan KPK itu memiliki masa berlaku selama 1 bulan. Ia menyebut sprindap itu keluar pada pertengah Desember 2019 sebelum Dewas KPK terbentuk.
"OTT ini sprinlidiknya sudah lama, kemudian sprindapnya nggak izin dewas? terakhir sprindap itu ditandatangani pimpinan sebelum, pimpinan periode sebelumnya selesai menjabat. Sprindap KPK itu berlangsung satu bulan, lalu pimpinan sebelum ditandatangani tanggal 15 Desember artinya sprindap itu sampai sekarang masih berlaku," ucapnya.
Alex juga mengatakan pada tanggal 15 Desember 2019 itu Dewan Pengawas belum terbentuk. Sehingga, menurut Alex, surat perintah penyadapan itu ditandatangani sebelum Dewas KPK terbentuk. Diketahui Dewas KPK baru terbentuk pada tanggal 20 Desember 2019. Alex menjelaskan sprinlidik dan izin sadap dikeluarkan pada masa kepemimpinan Agus Rahardjo cs.
"Dewas saat itu belum terbentuk, belum dilantik masih menggunakan sprindap yang ditandatangani oleh pimpinan periode sebelumnya," kata Alex.[dtk]