GELORA.CO - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, disebut-sebut namanya dalam kasus dugaan suap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Wahyu ditangkap terkait dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) Harun Masiku, calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan pada 2019-2024.
Wahyu ditangkap KPK pada Rabu (8/1/2020). Saat itu, Wahyu ditangkap bersama beberapa orang, dan di antara yang diamankan itu disebut ada staf Hasto berinisial D dan S.
Informasi yang beredar, Hasto sempat berlindung di Kompleks PTIK Jalan Tirtayasa Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Namun, ia membantah “ngumpet” ke PTIK saat santer ada operasi tangkap tangan Wahyu Setiawan.
Hasto berdalih, saat itu lagi sakit diare. Lalu, timbul pertanyaan, kenapa orang yang dianggap punya urusan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK, kerap beralasan sakit diare?
Berikut beberapa nama yang beralibi sakit diare saat diduga terseret kasus korupsi, sebagaimana dikutip redaksi pada Senin (13/1/2020).
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto
Nama Hasto tiba-tiba jadi perbincangan publik saat ada penangkapan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, oleh Tim Satgas KPK pada Rabu (8/1/2020).
Sebab, dikabarkan, terdapat dua orang staf Hasto yang juga ikut terjaring dalam operasi senyap oleh KPK tersebut.
Selain itu, Hasto juga kabarnya berlindung di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun, ia membantah pergi ke PTIK.
"Tidak (ke PTIK)," kata Hasto.
Hasto saat itu tidak mengetahui keberadaan stafnya, karena lagi sibuk menyiapkan peringatan HUT ke-47 dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan.
Kemudian, ia juga lagi sakit, jadi tidak tahu soal ada dua stafnya yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret Wahyu Setiawan dan Harun Masiku itu.
"Saya tidak mengetahui (keberadaan staf), karena sakit diare," ujarnya.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto
Hasto bukan orang pertama menggunakan alasan sakit diare saat disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi.
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, juga pernah beralasan sakit diare saat menjalani proses hukum kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Saat disidang, Novanto tertunduk dan tidak mengeluarkan kata-kata sama sekali di hadapan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (13/12/2017).
Akhirnya, Novanto merespons pertanyaan Ketua Majelis Hakim.
"Saya sakit diare, saya minta obat, enggak dikasih sama dokter," kata Novanto kepada majelis hakim.
Tapi, pengakuan Novanto itu dibantah oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Puteri.
Menurut Irene, Novanto memang mengeluh sakit kepada dokter di KPK. Tapi, saat itu ia mengeluh sakit batuk, bukan diare.
Memang, kata dia, Novanto mengeluhkan sakit diare ke dokter yang memeriksa dan sudah 20 kali buang-buang air.
Namun, tim dokter tidak menemukan tanda-tanda diare. Sehingga, Novanto dinyatakan sehat dan layak untuk ikut proses persidangan.
Menurut dia, pengakuan dari pengawal tahanan bahwa Novanto cuma dua kali ke toilet. Bahkan, ia bisa tidur nyenyak di dalam tahanan.
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy
Romi mengaku tidak bisa menjalani persidangan dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan Jaksa Penuntut KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (18/9/2019).
Akhirnya, ia meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menunda sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
"Assalamualaikum, Yang Mulia. Saya hari ini dalam kondisi tidak sehat, Yang Mulia. Sebenarnya tadi saya juga sudah tidak akan berangkat, tapi saya menghormati JPU yang menjemput kami di Rutan, maka kami berangkat. Sejak kemarin diare, jadi sebentar ke kamar mandi, sebentar ke kamar mandi," kata Rommy.
Dengan pertimbangan tersebut, majelis hakim menunda sidang, karena terdakwa Romi mengaku mengalami sakit diare.
Memang, Romi sudah dua kali dibantarkan penahananya karena mengalami gangguan kesehatan, sehingga dirawat di RS Polri, Jakarta Timur.
"Kami tadi sepakat musyawarah ditunda hari Senin (23 September) karena terdakwa lima kali buang-buang air ya," kata Ketua Majelis Hakim Fahrizal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam kasus Romi, ada dua tersangka lain, yaitu Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanuddin, serta Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, M Muafaq. (*)