GELORA.CO - Setelah kasus Jiwasraya mencuat, asuransi plat merah lainnya, ASABRI dan lima perusahaan asuransi swasta nasional dikabarkan memiliki kesulitan serupa dalam keuangan dan pengelolaan investasinya.
Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih mengatakan, bobroknya penggelolaan investasi yang mengakibatkan permasalahan keuangan di ASABRI dan lima perusahaan asuransi swasta lainnya, nilainya tak jauh berbeda dengan Jiwasraya.
“Seharusnya BPK dan kejaksaan sudah bisa mulai melakukan investigasi ke ASABRI. Jaksa juga sudah bisa mulai melakukan penyelidikan kelima perusahaan asuransi swasta tersebut,” kata Alamsyah melalui keterangannya, Senin (13/1).
Karena mendengar permasalahan yang tak kalah besar di ASABRI, Ombudsman tengah menelisik laporan keuangan BUMN asuransi tersebut.
Alamsyah menyebutkan, dirinya sudah tiga bulan memantau apakah ASABRI mempublikasikan laporan keuangannya di situs ASABRI. Namun sampai hari ini annual report tahun 2018 tak juga diunggah di situs ASABRI.
"OJK harus bertanggung jawab atas pengawasan dan masalah yang terjadi di BUMN keuangan dan perusahaan asuransi nasional," tegasnya.
Dari catatan Alamsyah, nilai investasi saham di ASABRI terus meningkat dan sepintas mulai tertahan di 2016 dan 2017.
Banyaknya perubahan-perubahan angka drastis dalam komposisi jenis investasi lain seperti deposito berjangka, obligasi, reksadana, MTN dan DIRE antar periode laporan keuangan menunjukkan tingginya perubahan jenis transaksi akhir tahun dan awal tahun.
"Gejala ini biasanya merupakan indikasi tingginya pembelian saham REPO (Gadai Saham) yang tak terkendali dan hilangnya kehati-hatian. Dalam laporan sebelumnya terlihat aktor-aktor alias juragan gorengan yang sama dengan Jiwasraya ikut bermain di ASABRI dan lima perusahaan asuransi swasta bermasalah tersebut," jelasnya.
Berdasarkan data, telah diamankan data transaksi dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), ASABRI mempunyai portofolio di 14 saham dengan kepemilikan lebih 5 persen. Mayoritas saham tersebut tidak liquid dan mengalami penurunan nilai investasi.
Saham tersebut adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk, PT Alfa Energi Investama Tbk, PT Hartadinata Abadi Tbk, PT Island Concepts Indonesia Tbk, PT Inti Agri Resources, PT Indofarma Tbk. PT Hanson International Tbk, PT Pelat Timah Nusantara Tbk, PT Prima Cakrawala Abadi Tbk, PT Pool Advista Finance Tbk, PT Pool Advista Indonesia Tbk, PT PP Properti Tbk, PT Sidomulyo Selaras Tbk, PT SMR Utama Tbk.
Ditegaskan Alamsyah, demi kepentingan publik, informasi yang menyangkut dana publik harus dibuka dan Akuntan Publik yang melakukan audit perlu diperiksa. Contohnya saja akuntan publik yang melakukan audit di Jiwasraya dapat menutupi rekayasa keuangan sejak tahun 2006.
Alamsyah juga menjelaskan, saat ini Indonesia sedang menghadapi gejolak ekonomi global yang akan berimbas ke perekonomian domestik.
"BUMN, apa lagi BUMN asuransi, adalah salah satu sabuk pengaman utama dalam menghadapai gejolak ekonomi. Sesungguhnya para perusak BUMN itu sangat jahat, apa lagi para petinggi yang mempermainkan kesejahteraan para prajuit dan keluarganya," ujarnya.
Menurut dia, sekarang misteri keengganan ASABRI untuk digabungkan ke BPJS selama ini sudah terjawab. Untuk menangani kasus penyimpangan di pasar modal, Kejaksaan Agung harus segera mengamankan data transaksi yang ada di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia), PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Alamsyah mengingatkan kejadian terbakarnya kantor BI dan BPK yang menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam menangani penyimpangan BLBI. Di era ini, data transaki elektronik tersimpan dalam suatu data center, sehingga infrastruktur strategis ini harus segera diamankan aparat berwajib.
"Selain mengamankan data transaksi finansial di bursa, hal lain yang mendesak dan penting dilakukan Pemerintahan Jokowi di pasar modal adalah melanjutkan reformasi pengawasan dan mitigasi risiko untuk menjaga akuntabilitas," pungkasnya.(rmol)