GELORA.CO - KPK menjelaskan mengenai kabar timnya yang tertahan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kabar yang beredar itu menyebutkan tim itu akan menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait OTT pada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Dari informasi yang beredar, Hasto berada di PTIK untuk 'sembunyi' dari kejaran tim KPK. Namun KPK menyebut ada kesalahpahaman.
"Saya sudah jelaskan tadi ke Pimpinan karena hanya kesalahpahaman saja. Jadi memang saat itu petugas kami ada di sana (PTIK) untuk melaksanakan di masjid, salat. Kemudian di sana ada pengamanan sterilisasi tempat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
"Jadi bukan mau menangkap?" tanya wartawan.
"Jadi kemudian, oleh petugas di sana kemudian petugas sempat dicegat dan kemudian dicari identitasnya. Betul sampai kemudian diproses di situ ditanya seterusnya kemudian seperti yang saudara tadi sampaikan tes urine dan lain-lain seolah ada orang yang ingin berbuat... Tentunya ada kesalahpahaman di sana. Dan kemudian diberitahukan petugas KPK lalu kemudian dikeluarkan," imbuh Ali.
Ali tidak menjelaskan lebih detail mengenai kegiatan tim KPK di PTIK tersebut. Ali juga tidak menjelaskan mengenai keperluan tim KPK itu melaksanakan salat di masjid PTIK.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, di tempat yang sama, turut memberikan penjelasan.
"Itu memang tidak diketahui oleh teman-teman (Polri) bahwa ini adalah petugas KPK dan kebetulan di sana lagi ada acara. Ada pengamanan tempat," kata Lili.
Mengenai hal ini, Hasto sempat menepisnya. Hasto mengaku pada Rabu (8/1) kemarin sedang ada kegiatan untuk persiapan Rakernas PDIP saat OTT KPK berlangsung.
"Saya kemarin bertemu para pemred karena saya menyampaikan bagaimana informasi terkait dengan HUT dan rakernas ini," ucap Hasto di JIExpo Kemayoran Jakarta.
"Tidak ke PTIK ya?" tanya wartawan.
"Eee... Tidak," jawab Hasto.
Sementara itu, dalam kasus OTT, KPK telah menetapkan 4 orang tersangka, yaitu Wahyu Setiawan sebagai Komisioner KPU, Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, serta Saeful sebagai swasta. Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap, sedangkan Harun dan Saeful sebagai pihak pemberi suap.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam pergantian antarwaktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019. Namun, dalam pleno KPU, pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.[dtk]