GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memilih sembilan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2019-2024.
Sayangnya, tak sedikit pihak yang cukup kecewa dengan pilihan orang nomor satu di Indonesia itu.
Pasalnya, sembilan nama tersebut didominasi dari unsur partai politik dan korporasi.
Kesan yang muncul kemudian adalah, bahwa Jokowi telah menjadikan Wantimpres untuk mengakomodir tim pemenangan di pilpres lalu.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, Wantimpres bukanlan lembaga untuk balas budi.
“Kalau Jokowi memilih karena pertimbangan mana yang paling banyak berkontribusi, maka kami tidak kaget banyak kalangan pengusaha yang masuk. Barangkali itu pertimbangan Pak Jokowi,” ujar Pangi, Sabtu (14/12).
Pria yang akrab disapa Ipang ini menegaskan, seharusnya perekrutan Wantimpres bukan untuk belas budi.
Sebaliknya, Wantimpres semestinya mencerminkan kebhinekaan dan keindonesiaan.
“Tidak tepat konteksnya ketika merekrut Wantimpres atas dasar balas budi,” tegas Direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.
“Ini bukan lembaga tempat balas budi, tetapi lembaga yang mencerminkan keberagaman latar belakang, merepresentasikan keindonesiaan kita, banyak warna, lintas kebinekaan,” sambungnya.
Selain itu, anggota Wantimpres juga harus benar-benar teruji kenegarawanannya dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi juga mampu berpikir jernih.
“Serta mampu berdiri di atas semua kelompok dan golongan tanpa membeda bedakan entitas agama, budaya, suku, etnis dan ras,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Wantimpres juga merupakan lembaga strategis. Menurutnya, kesalahan mengangkat Wantimpres bisa menjadi blunder dan masalah.
“Wantimpres ini kan pembisik presiden. Kalau mereka salah membisikkan informasi yang keliru dan masukan yang salah, Jokowi bisa bunuh diri,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan pengamat politik Dedi Kurnia Syah yang menilai Wantimpres cuma mengakomodasi kepentingan parpol dan pengusaha.
“Sembilan nama yang dipilih hemat saya antiklimaks, terlalu dominan tokoh politik dan korporasi,” ujarnya kepada JPNN.com, Minggu (15/12/2019).
Dengan begitu, sambungnya, makin menguatkan posisi parpol dalam keputusan-keputusan Presiden.
“Meskipun ada tokoh netral semacam Yang Terhormat Muhammad Luthfi,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion itu menambahkan, Indonesia punya banyak tokoh bangsa yang memiliki pandangan mendalam.
Dedi menegaskan, seharusnya Jokowi memilih tokoh-tokoh bangsa menjadi Wantimpres.
Karena itu, ia cukup menyayangkan ketiadaan tokoh bangsa yang sejauh ini terbukti bijaksana dalam menghadapi persoalan kebangsaan.
“Sebut saja Jusuf Kalla, Said Aqil, Din Syamsudin, atau tokoh lain yang sekiranya terbebas dari urusan politis juga korporasi,” bebernya.
Oleh karena itu, Dedi meyakini, susunan Watimpres ini hanya mengakomodasi tim pemenangan Jokowi di Pilpres 2019 ketimbang kepentingan bangsa.
“Seharusnya susunan Watimpres diisi oleh tokoh yang secara substansial tahu kebutuhan bangsa,” katanya.[psid]