GELORA.CO - Pada periode Oktober 2019, Indonesia memiliki utang negara mencapai kisaran Rp. 5.700 triliun. Penerimaan pajak hingga periode 10 Desember 2019, juga baru mencapai 72 persen defisit Rp. 441 trilun dari target Rp. 1.577 triliun pada APBN 2019.
Utang negara tersebut kemudian disuntik kembali dengan meminjam uang kepada negara-negara lain untuk menutupi utang itu sendiri.
Banyak kalangan yang kurang sepakat dengan langkah kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menutup utang dengan berutang kembali.
Namun, pendapat berbeda datang dari Direktur Riset Center of Perform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam. Menurutnya, negara maju tidak pernah ribut soal utang.
"Saya mungkin berbeda pandangan dengan banyak pihak. Saya tidak pernah mempermasalahkan jumlah utang. Negara-negara maju seperti Jepang tidak pernah ribut soal sudah berapa besar utang pemerintah. Tidak pernah," tutur Piter kepada redaksi, Rabu (18/12).
Dia menambahkan masyarakat tidak dirugikan oleh jumlah utang pemerintah saat ini.
"Masyarakat baru mengalami kerugian ketika pertumbuhan ekonomi tidak cukup tinggi dan tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Ketika pemerintah tidak mampu mensejahterakan masyarakatnya," tambahnya.
Di Jepang, kata Piter, memiliki jumlah utang lebih dari 200 persen PDB namun masyarakatnya sejahtera.
"Itu lebih baik daripda negara yang tidak punya utang tetapi masyarakatnya miskin dan menderita," tandasnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal III 2019 hanya mencapai 5,02 persen secara tahunan (year on year/yoy), melambat dibanding kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen maupun periode yang sama tahun lalu 5,17 persen.[rmol]