GELORA.CO - Kisruh Jiwasraya kian panjang. Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa banyak yang ingin melempar masalah ini kepada jaman kepemimpinannya.
Staf pribadi SBY, Ossy Dermawan, menceritakan reaksi SBY saat mendengar tamu-tamunya menyampaikan dugaan kasus Jiwasraya yang menarik-narik masa lalu.
"Kamis (26/12) SBY menerima sejumlah tamu. Ada yang menyampaikan bahwa sepertinya kasus Jiwasraya mau ditarik mundur ke tahun 2006," tulis Ossy dalam cuitannya di Twitter, Jumat (27/12).
Ossy membagikan cuitannya kepada sejumlah wartawan.
Sementara SBY nampak tetap tenang. SBY, kata Ossy, tak masalah masa lalu disalahkan jika pejabat saat ini enggan bertanggung jawab terhadap masalah Jiwasraya.
"Dengan tenang SBY menjawab: Kalau di negeri ini tak satu pun yang mau bertanggung jawab tentang kasus Jiwasraya, ya.. salahkan saja masa lalu," cuit Ossy.
Menurut SBY, krisis besar Jiwasraya baru terjadi sejak dua tahun yang lalu. Namun, SBY mempersilakan pejabat saat ini menyalahkan masa lalu jika enggan menanggung beban masalah Jiwasraya.
"Yang rakyat ketahui, krisis besar Jiwasraya terjadi 2 tahun terakhir, 2018-2019. Jika ini pun tak ada yang bertanggung jawab, ya sudah, salahkan saja tahun 2006. Para pejabat tahun 2006 juga masih ada, mulai dari saya, Wapres JK, Menkeu SMI, Menteri BUMN dan lain-lain. Tapi, tak perlu mereka harus disalahkan," cuit Ossy.
SBY membandingkan, menurut informasi yang ia dapat, saat ini banyak BUMN (termasuk sejumlah bank) yang bermasalah. Mulai dari keuangan yang tak sehat, utang yang sangat besar sampai dengan dugaan penyimpangan (melanggar aturan). "Kalau begini, jangan-jangan saya lagi yang disalahkan," cetus SBY yang disampai dalan cuitan Ossy.
Dugaan korupsi di Jiwasraya tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam penyidikan awal, Kejagung sudah menaksir angka kerugian negara di kasus korupsi ini, yaitu sekitar Rp 13,7 triliun.
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menilai Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal berinvestasi. Menurut Burhanuddin, Jiwasraya malah menempatkan 95 persen dana di saham yang berkinerja buruk. (Rmol)