GELORA.CO - Komisaris Utama PT Pelindo I Refly Harun menjelaskan mengapa begitu banyak ditemukan direksi BUMN yang merangkap jabatan menjadi komisaris di anak cucu perusahaannya sendiri.
Refly menjelaskan hal tersebut ada karena untuk efisiensi anggaran negara.
Dikutip dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Minggu (15/12/2019), mulanya Refly menjelaskan rangkap jabatan wajar dilakukan karena anak perusahaan pada umunya investasinya bersumber dari induk perusahaan itu sendiri.
"Jadi maksud baiknya dari rangkap jabatan itu adalah karena anak perusahaan ini biasanya investasinya dari induk," kata Refly.
Ia mengatakan rangkap jabatan dilakukan karena gaji yang dibayarkan kepada komisaris bisa ditekan.
Lain halnya ketika merekrut komisaris dari luar, maka pembayaran harus dilakukan secara penuh.
"Karena itu agar pengawasannya efektif maka kemudian direksi itu menjadi komisaris di sana, dan juga agar efisiensi, karena kalau komisarisnya dari luar kan harus 100 persen dibayarnya," jelas Refly.
Rangkap jabatan memang rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Untuk menghindari hal tersebut, Refly mengatakan orang yang akan merangkap jabatan komisars, diposisikan di perusahaan yang berbeda.
"Tapi biasanya disilang biar tidak ada conflict of interest (konflik kepentingan)," kata Refly.
"Misalnya direksi A membawahi perusahaan B, maka dia tidak boleh menjadi komisaris di sana, karena ada conflict of interest (konflik kepentingan)," tambahnya.
Refly lanjut mengatakan dirinya setuju jika rangkap jabatan dibatasi.
Ia menduga rangkap jabatan dimanfaatkan oleh oknum untuk meraih pendapatan sampingan.
"Saya sebenarnya setuju kalau misalnya ini dibatasi karena saya kadang-kadang agak curiga juga, ini adalah pintu samping bahkan pintu belakang untuk menambah pendapatan," ujar Refly.
Refly kemudian memaparkan bagaimana seorang direksi yang merangkap jabatan menjadi komisaris di perusahaan lain, mampu mendapat bayaran lebih.
"Jadi pendapatan direksi itu bertambah 30 persen," kata Refly.
"Kalau dia misalnya pendapatan sebagai direksi Rp 200 juta, maka sebagai komisaris di anak perusahaan, berapapun jumlahnya, dia hanya mendapat maksimal 30 persen saja," imbuhnya.
Ia menjelaskan hal yang menjadi masalah adalah tidak ada yang betul-betul mengetahui berapa angka yang dibayarkan, karena hanya diketahui oleh direksi.
"Tetapi yang menjadi persoalan siapa yang mengecek governancenya (kepemimpinannya), kalau memang itu dibayarkan sesuai dengan plafonnya," terang Refly.
"Karena kalau kita sudah bicara dengan anak perusahaannya, itu biasanya soal angka betul-betul circle-nya (lingkup) hanya di direksi saja," lanjutnya.
Refly mengatakan di situlah komisaris memiliki peran penting untuk mengawasi pola rangkap jabatan di BUMN.
"Menurut saya pengawasan komisaris memang harus kuat," tegasnya. []