GELORA.CO - Kebijakan para Menteri Presiden Joko Widodo di Kabinet Indonesia Maju masih terus dipertanyakan oleh sejumlah ekonom nasional.
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi selalu stag di angka 5 persen selama kurun waktu lima tahun belakangan.
Padahal, negara-negara tetangga di Asia, seperti Vietnam, ekonominya mampu tumbuh mencapai 6,76 persen pada awal 2019.
Bahkan negara sekelas Filipina pun mampu tumbuh sebesar 5,5 persen pada awal tahun ini, di atas target pertumbuhan ekonomi RI sebesar 5,2 persen di dalam APBN 2019.
Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Profesor Didik J Rachbini menilai kondisi ini tak lepas dari para menteri Jokowi yang tidak memiliki strategi serta kemauan sosial membangun negara.
"Jadi permasalahan dasarnya adalah strategi dan modal sosial dari kabinet tidak memadai," ujar Didik, Jumat (20/12).
Di samping itu, lanjut Didik, kekompakan antarkementerian untuk mengkonsolidasikan kebijakan serta strategi pembangunan ekonomi bisa dibilang nihil.
Justru yang ada, masing-masing menteri berjalan sendiri-sendiri. Seolah kebijakan yang dibuatnya tidak berkesinambungan dengan kebijakan yang dikeluarkan menteri lainnya.
"Nggak punya sinkronisasi, satu diseret ke sana, satu diseret ke sini. Mereka (para menteri) kerja sendiri-sendiri. Di muka bumi ini nggak ada yang kerja sendiri-sendiri, kecuali ujian nasional," ucap mantan anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Jika menginginkan Indonesia yang maju, sebagaimana nama kabinet yang diciptakan Presiden Jokowi, maka menterinya harus bekerja sama dalam mensinkronkan kebijakan yang dikeluarkan.
Jika tidak, Didik memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal lemes, alias di bawah 5 persen.
"Kalau sudah bicara kebijakan seharusnya kerja ramai-ramai. Ini strateginya tidak ada. Dan saya perkirakan ke depan akan lebih jebol lagi (pertumbuhan ekonomi)," tutup Didik. [rm]