GELORA.CO - Rencana melaporkan filsuf dari Universitas Indonesia (UI) Rocky Gerung karena dianggap telah menghina Joko Widodo sebagai seorang presiden menuai banyak kritik.
Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menyayangkan tradisi saling lapor ke polisi belum berakhir. Apalagi, dalam kasus Rocky Gerung yang terjadi sebatas perbedaan pendapat dalam sebuah diskusi.
Semestinya, sambung Ray, masalah ini diselesaikan dengan cara debat beradu pikiran.
Itu kan sudah semacam ritus sekarang lapor-melaporkan ini,” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/12).
Ray menilai bahwa kebebasan berpendapat harus dijunjung tinggi. Jangan sampai, perdebatan dan diskursus selalu berujung pada laporan polisi.
“Itu tanda tidak siap berdebat, kemudian lawan melaporkan lawan debatnya ke polisi," ujarnya.
Baginya, pernyataan Rocky Gerung yang menyebut Jokowi tidak paham Pancasila merupakan sebuah kritik. Pernyataan itu bukan diarahkan untuk mencaci maki seorang kepala negara.
“Ya, itu pemahaman bukan caci maki," kata Ray.
Ray sendiri khawatir dengan ritus saling melapor ke polisi. Sebab, perbedaan pendapat harus diselesaikan dengan beradu pendapat. Bukan melulu harus ke polisi.
“Sangat mudah melihat mana yang caci maki dan mana yang pemahaman," demikian Ray.
Dalam talkshow Indonesia Lawyers Club (ILC), Rocky sempat berujar bahwa Jokowi hanya menjadikan Pancasila hapalan, tapi tidak dibarengi implementasi dalam membuat kebijakan.
"Kalau dia paham, dia enggak berutang. Kalau dia paham dia enggak naikin BPJS. Kalau dia paham dia enggak melanggar undang-undang lingkungan," kata Rocky dalam acara yang mengangkat tema "Maju-Mundur Izin FPI", di Jakarta, Selasa malam (3/12).
Di forum itu juga, politisi PDI Perjuangan Junimart Girsang yang turut menjadi pembicara sontak akan melaporkan Rocky Gerung ke polisi karena menilai Rocky telah menghina presiden.
Sejak dinihari tadi, tanda pagar (tagar) atau hashtag #RockyGerungMenghinaPresiden masih menjadi trending topic di Twitter. (Rmol)