GELORA.CO - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membantah kerusuhan yang terjadi pada 21-23 Mei 2019 sebagai pelanggaran HAM yang dilakukan aparat. Menurut dia, apa yang terjadi merupakan kerusuhan dan tindakan yang dilakukan aparat terjadi begitu saja.
"Itu proses kerusuhan, tidak bisa dikatakan yang dilakukan aparat membalas dengan gas air mata. Pelanggaran HAM itu terstruktur, sebelum berangkat tembak ini, penjarakan itu," ujar dia dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (17/12) malam.
Selain itu, Mahfud menyebutkan, kerusuhan yang terjadi pada 21-23 Mei memakan korban jiwa, baik dari aparat maupun warga sipil. Sehingga tidak ada pelanggaran HAM dari kerusuhan ini.
"Kasus yang 21-23 Mei itu daftar korban dari polisi ada yang semplak bahunya, ada yang kepalanya dijahit, di kalangan pendemo juga ada," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud menjelaskan pelanggaran HAM terjadi secara terstruktur. Kerusuhan yang terjadi dan tindakan yang dilakukan aparat pada kerusuhan Mei 2019, justru terjadi begitu saja sesuai dengan dinamika yang ada.
"Nah, pelanggaran HAM itu tidak ada kayak yang disebutkan tadi. Pelanggaran HAM terjadi secara horizontal," kata dia.
Demonstrasi dan kerusuhan terjadi di Jakarta pada 21 dan 22 Mei 2019 berkaitan dengan penolakan hasil penghitungan suara Pilpres 2019. Bentrokan massa dengan aparat dan kerusuhan terjadi di beberapa tempat di Jakarta sejak 21 Mei 2019.
Sejumlah pensiunan perwira tinggi TNI dan Polri yang mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disebut-sebut terlibat dalam kerusuhan ini. Sementara, ribuan massa juga datang dari berbagai daerah untuk mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menginvestigasi dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). (idn)