GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi putusan Mahkamah Agung yang mengurangi hukuman mantan Menteri Sosial, Idrus Marham atas perkara suap proyek PLTU Riau-1. Hukuman Idrus Marham menjadi dua tahun penjara, dari sebelumnya lima tahun penjara.
Tak hanya Idrus, MA juga menyunat hukuman Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi, terkait perkara suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Medan. Majelis kasasi MA sepakat mengurangi hukuman Helpandi dari tujuh tahun penjara menjadi enam tahun penjara.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, kasus-kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan politikus seharusnya mendapat perhatian serius, termasuk dalam menjatuhkan hukuman. Hal ini, karena penegak hukum dan politikus memiliki peran penting dalam mewujudkan keadilan dan demokrasi di Indonesia.
"Saya kira begini, kalau korupsi itu dilakukan oleh penegak hukum atau pihak-pihak yang memang bekerja di bidang penegakan hukum atau korupsi dilakukan oleh kekuatan politik, misalnya politikus yang punya pengaruh, punya akses kekuasaan, dan seharusnya bertugas untuk menyejahterakan orang-orang yang memilihnya, atau mewujudkan demokrasi yang lebih baik, mestinya ada pertimbangan-pertimbangan yang lebih serius dalam konteks menjatuhkan hukuman tersebut," kata Febri, saat dikonfirmasi awak media, Rabu 4 Desember 2019.
Febri menjelaskan, persoalan korupsi yang melibatkan penegak hukum dan politikus seharusnya menjadi perhatian serius semua kalangan, baik dari aspek pencegahan maupun penindakannya. Apalagi, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang cenderung stagnan dipicu salah satunya karena persoalan di penegakan hukum.
"Kalau kita tidak cukup serius untuk melakukan pembenahan di sini, menjatuhkan hukuman yang memberikan efek jera, dan keyakinan bahwa hukum memang bisa memproses secara tegas, maka ini tentu akan menghasilkan ke depan. Jadi, banyak hal yang mestinya kita pertimbangan kalau memang Indonesia serius untuk memberantas korupsi," ujarnya. [vn]