Kisah Eks Sekretaris MA Nurhadi yang Lolos dari Sergapan KPK, Diduga Dilindungi 4 Brimob

Kisah Eks Sekretaris MA Nurhadi yang Lolos dari Sergapan KPK, Diduga Dilindungi 4 Brimob

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi sebagai tersangka. 

Kasus tersebut merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai suap Rp 50 juta yang diserahkan oleh bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno, kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Duit tersebut diduga uang muka untuk mengatur perkara.

Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 18 Juli 2016, Nurhadi beberapa kali nyaris lolos dari sergapan KPK karena diduga dilindungi oleh empat anggota Birmob. Tiga dari empat polisi itu berpangkat brigadir. Satu polisi lain Inspektur Dua. Bahkan KPK, kala itu pernah memburu keempat anggota Brimob ini.  

Mereka rencananya diperiksa sebagai saksi untuk Doddy Aryanto Supeno. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis Doddy Aryanto empat tahun penjara dalam perkara ini.

Penyidik KPK memang berkepentingan mengorek info dari para pengawal Nurhadi. Seorang penegak hukum mengatakan keempat polisi itu diduga melihat kedatangan Doddy Aryanto dan Royani, sopir Nurhadi, ketika mengantarkan uang ke rumah Nurhadi pada 12 April 2016.

Sebelum tim KPK menggeledah rumah Nurhadi, sepekan kemudian, para pengawal itu juga ditengarai diperintahkan seseorang untuk memindahkan sejumlah mobil dan sepeda motor mewah milik Nurhadi. Selain itu, sampai Royani raib, keempat pengawal tersebut kerap berkomunikasi dengan sopir Nurhadi yang seharusnya menjadi saksi kunci tersebut.

Di Korps Brimob, keempat pengawal Nurhadi tak punya jabatan resmi yang penting. Tapi KPK seperti membentur tembok ketika hendak menyentuh mereka. Korps Brimob baru memberi lampu hijau untuk pemeriksaan keempat orang tersebut setelah berkas perkara Doddy dilimpahkan dari penyidik KPK ke jaksa penuntut pada 20 Mei 2016. 

Pemeriksaan pertama keempat pengawal Nurhadi kemudian dijadwalkan pada 24 Mei 2016. Ternyata pada panggilan pertama mereka mangkir. Penyidik KPK buru-buru mengirim surat panggilan kedua yang ditembuskan kepada Kepala Polri saat itu yaitu Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala Korps Brimob Inspektur Jenderal Murad Ismail. Kali ini KPK menjadwalkan pemeriksaan pada 7 Juni 2016. Namun lagi-lagi keempat anggota korps baret biru ini tidak datang.

Sore harinya, Markas Besar Polri menjelaskan alasan ketidakhadiran keempat anggota Brimob ini. "Mereka dipindahtugaskan ke Poso," kata Kepala Divisi Humas Polri saat itu, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar.

Ia mengatakan keempatnya bergabung dengan Satuan Tugas Tinombala yang memiliki misi memburu kelompok teroris Santoso yang diduga bersembunyi di hutan Sulawesi Tengah. Menurut Boy, mereka dipindahtugaskan pada akhir Mei lalu.

Tim penyidik KPK seperti kecolongan. Sebab, sampai surat pemanggilan kedua dikirim, penyidik mendapat info bahwa keempat pengawal Nurhadi masih berada di Jakarta. 

Tak mau kehilangan momentum, penyidik pernah mengusulkan untuk mencari keempat anggota polisi itu ke Poso dan memeriksa mereka di sana. Namun, di tingkat pimpinan, usul "jemput bola" itu seperti maju-mundur. "Bahkan ada yang mencoba mempengaruhi pimpinan KPK agar tak memeriksa mereka," ucap si penegak hukum. Ketua KPK Agus Rahardjo menolak berkomentar soal ini.

Karena tak bisa diperiksa sampai tenggat pelimpahan perkara, nama keempat anggota Brimob itu tak masuk dakwaan Doddy Aryanto yang dibacakan jaksa pada 29 Juni 2016.

Markas Besar Polri membantah anggapan bahwa mereka sengaja mengirim keempat anggota Brimob itu ke Poso untuk menghindari pemeriksaan oleh KPK. "Ini rotasi murni," ujar Boy Rafli. "Semoga pada pemeriksaan berikutnya bisa didatangkan."[tc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita