GELORA.CO - Beberapa bulan terakhir, kejahatan terhadap orang-orang Indonesia di Philadelphia, Pennysylvania, Amerika Serikat semakin marak. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait hal ini.
Dikatakan oleh Gurubesar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, berita mengenai banyaknya orang Indonesia yang menjadi target kejahatan di Philadelphia juga harus dilihat dari siapa yang memberikan informasi.
Dalam hal ini, Indonesia lantern tentu akan berfokus pada masyarakat Indonesia. Padahal, mungkin saja orang non-Indonesia yang juga menjadi target kekerasan serupa.
Yang kedua, memang di Philadelphia itu banyak orang Indonesia. Bahkan banyak tempat makan Indonesia yang dibuka di sana. Jadi persoalannya bisa lain," urai Hikmahanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (31/12).
Jika dibandingkan dengan New York yang luas dan tempat bercitra rasa Indonesia sedikit, maka mungkin isu serupa akan memiliki spekulasi yang berbeda dengan yang terjadi di Philadelphia.
Persoalan selanjutnya adalah, ketika berbicara mengenai "Indonesia", apakah yang dimaksud Warga Negara Indonesia (WNI) atau diaspora, mereka yang sudah menjadi warga negara (WN) Amerika Serikat, tapi keturunan Indonesia.
"Kalau saya melihat ini, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa ada tindakan sistematis dari pelaku kejahatan yang menyerang orang Indonesia. Tidak bisa seperti itu kita konklusikan," tegasnya.
Menurutnya, jika memang WNI yang menjadi korban, kedutaan besar atau perwakilan setempat dapat memberikan perlindungan. Namun perlu diingat kembali, bahwa kejahatan yang terjadi berupa kriminalitas seperti penjambretan dan pencopetan sehingga susah bagi polisi untuk menangkap mereka.
Sementara ketika ditanya perihal hubungan isu ini dengan banyaknya orang Indonesia yang berada di Philadelphia semenjak krisis dan Tragedi Mei 1998, Hikmahanto kembali menegaskan belum bisa menyimpulkan apapun.
Saya rasa juga tidak bisa disimpulkan seperti itu. Karena Kita juga harus melihat migran dari negara-negara lain. mungkin juga ada komunitas dari India, China, Meksiko, yang bisa juga menjadi korban kejahatan," ujarnya. (Rmol)