GELORA.CO - Sudah sebulan terakhir Presiden Joko Widodo tak berhenti menyinggung soal pembangunan kilang. Ia kesal, karena sudah hampir 30 tahun RI tak bangun kilang.
Pembangunan kilang terakhir adalah tahun 1995, dengan terbangunnya kilang Balongan yang berkapasitas 125 ribu barel per hari.
Di awal Desember 2019 ini, Jokowi sudah dua kali mengungkapkan kekesalannya soal kilang minyak yang tak kunjung dibangun.
Maklum, pada janji kampanye-nya pada 2014 dulu, kilang minyak memang menjadi salah satu target Jokowi. Tujuannya, untuk menekan impor minyak sehingga neraca perdagangan bisa ditekan. Masalah neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menjadi sorotan Jokowi.
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.
Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.
Menariknya, angka impor tersebut setara dengan membangun satu kilang, bahkan lebih.
Untuk pembangunan kilang Tuban misalnya, PT Pertamina menggaet investor minyak asal Rusia, Rosneft. Proyek ini membutuhkan nilai investasi mencapai Rp 199 triliun. Kilang Tuban ditargetkan mulai beroperasi pada 2024.
Sementara untuk proyek Grass Root lain yaitu di Kilang Bontang nilai investasinya mencapai Rp 197, 6 triliun dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Skema pendanaan untuk proyek ini pun sama yaitu kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan swasta.
Jadi dengan nilai uang Rp 200 triliun, RI bisa bangun kilang yang bermanfaat untuk menekan impor atau terus-terusan mengucurkan duit negara dan tergantung dengan impor minyak. [cb]