GELORA.CO - Presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) Prof Dr Din Syamsuddin menyampaikan pesan kuat dan relevan dengan bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan. Termasuk mengingatkan agar tidak ada satu kelompok yang mudah mengklaim paling toleran dan kelompok lain intoleran.
“Untuk menjaga keutuhan, kerukunan, dan persatuan maka toleransi merupakan prasyarat mutlak. Dengan demikian, toleransi bukan sekedar kemungkinan tapi adalah keniscayaan,” demikian pesan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang disampaikan dalam “Konperensi tentang Toleransi, Dari Kemungkinan kepada Keniscayaan” (At-Tasamuh Minal Imkan ilal Ilzam /Tolerance From Possibility to Necessity) di Abu Dhabi pada hari Selasa (10/12).
“Klaim sepihak yang bersifat subyektif seperti itu justeru akan merusak iklim toleransi yang ada. Tuduhan sepihak seperti itu sering muncul sebagai bermotif politik, dan dengan demikian sikap itu sejatinya merupakan bentuk intoleransi.”
Menurutnya, dari pada mengembangkan pendekatan bernada fobia demikian, sebaiknya bangsa mengembangkan budaya toleransi sejati. Jika ada masalah di antara kelompok-kelompok, sebaiknya dikembangkan budaya dialog. Dialog adalah cara bermartabat untuk mengatasi yang ada.
Konperensi ini merupakan konperensi keenam yang diselenggarakan oleh Forum Promosi Perdamaian dalam Masyarakat Islam (Muntadat Ta’zis Silmi fil Mujtama’at al-Islamiyah/Forum for Promoting Peace in Muslim Societies), yang dipimpin okeh Syaikh Abdullah Bin Bayyah, seorang ulama terkemuka di dunia dewasa ini.
Konperensi dihadiri oleh sekitar 300 tokoh berbagai agama dari berbagai negara. Dari Indonesia, selain Din Syamsuddin, hadiri Prof. Amany Lubis/Rektor UIN Jakarta, Prof. Amal Fathullah Zarkasyi/Rektor Unida Gontor, Prof. Khuzaimah Y Tanggo/Rektor IIQ, serta juga KH. Abdullah Jaidi/Ketua MUI, dan Dr. Zaitunah/Dosen UIN Jakarta.
Dalam konperensi dibahas beberapa aspek dari pengembangan budaya toleransi dalam kehidupan masyarakat majemuk, seperti formulasi baru toleransi, etika toleransi, peluang bagi perdamaian, dan Aliansi Keutamaan (Alliance of Virtous).
Yang terakhir merupakan tajuk dari Deklarasi Washington yang disepakati pada konperensi 2018. Aliansi Keutamaan merupakan upaya mengangkat nilai-nilai keutamaan dari berbagai agama untuk ditampilkan sebagai lingkaran kebenaran. Lingkaran Keutamaan (Virtous Circle) diharapkan dapat menggantikan Lingkaran Setan (Vicious Circle) yang melilit peradaban dunia dewasa ini.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini menyambut baik percakapan tentang toleransi dan menganggapnya sebagai pilar kehidupan dunia yang majemuk.
Menurut Din Syamsuddin, pengembangan kemajemukan menuntut beberapa prasyarat, antara lain (a) pengakuan akan kemajemukan, (b) kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai, (c) toleransi, dan (d) kerja sama.
Toleransi, lanjut Din, adalah sikap dan pandangan mengakui bahwa di antara anasir masyarakat majemuk ada persamaan dan ada perbedaan. Toleransi adalah menghargai perbedaan disertai tenggang rasa terhadap perbedaan itu.
Dari Abu Dhabi, Din melanjuntukan perjalanan ke New York untuk hadiri Pertemuan Para Tokoh Agama-Agama Dunia (Multi Religious Partnership for Peace and Development) yang diselenggarakan oleh Religions for Peace. Pada pertemuan itu Din Syamsuddin menjadi moderator pada sesi tentang peran agama dalam menanggulangi krisis lingkungan hidup. []