GELORA.CO - Arab Saudi tampaknya sudah kehabisan kesabaran dengan adanya dugaan kecurangan di tubuh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan OPEC+, terkait dengan kebijakan memangkas produksi minyak.
Komitmen pemangkasan produksi minyak itu dilakukan guna mengimbangi kelebihan produksi dari negara-negara produsen minyak lainnya seperti Irak dan Rusia.
Namun, faktanya negara-negara anggota justru memproduksi dengan jumlah di atas kesepakatan.
Menteri Perminyakan Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, mengisyaratkan posisi Arab Saudi sebagai produsen dominan di OPEC tidak akan mengkompensasi ketidakpatuhan para anggota lainnya.
Pada pertemuan OPEC di Wina, Austria, 5 Desember mendatang, Pangeran Abdulaziz akan menentukan langkah Arab Saudi terkait hal ini.
"Arab Saudi mengambil langkah yang lebih sulit dari keputusan sebelumnya," kata Amrita Sen, Kepala Analis Minyak di konsultan Energy Aspects Ltd. di London, Minggu (1/12).
Menteri Perminyakan Saudi sebelumnya, Al-Falih, masih bisa mentolerir kecurangan dan mencoba membujuk negara-negara OPEC+ untuk memotong produksinya sebanyak yang mereka janjikan. Tapi ketika peringatannya gagal dan harga minyak jatuh, ini membahayakan proses IPO Aramco.
Pejabat Saudi mengatakan Pangeran Abdulaziz hanya akan mengulangi strategi Saudi selama puluhan tahun, yakni semua pihak perlu berkontribusi untuk memangkas produksi, dan berhasil. Selama masa jabatan Ali Al-Naimi, menteri perminyakan dari 1995 hingga 2016, Riyadh dengan tegas menolak pemangkasan produksi lebih dalam dari yang telah disepakati dalam pertemuan OPEC.
Sang pangeran sudah mensinyalkan komitmen Saudi ini ketika ia menghadiri pertemuan komite OPEC + di Abu Dhabi pada September lalu.
"Setiap negara dihitung tidak dari ukurannya [produksinya]," kata Pangeran Abdulaziz pada sesi pembukaan pertemuan.
Namun, kecurangan meluas. Irak, misalnya, harusnya memproduksi tidak lebih dari 4,51 juta barel per hari, tetapi dalam beberapa bulan ini menghasilkan hampir 4,8 juta barel per hari.
Kebijakan mentolerir kecurangan ini sudah mahal bagi kerajaan. Riyadh terpaksa mengurangi produksinya sendiri sebanyak 700.000 barel per hari di bawah kuota OPEC + sendiri untuk mencegah jatuhnya harga minyak. (Rmol)