GELORA.CO - Proses hukum yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir dinilai dipaksakan sejak awal penetapan tersangka. Sehingga tidak mengherankan saat pengadilan memberi vonis.
Begitu kata anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/11). Menurutnya, vonis bebas terhadap Sofyan Basir pada Senin (4/11) kemarin harus menjadi mementum KPK untuk intropeksi.
"Vonis ini harus menjadi momentum introspeksi bagi KPK. Tidak ada gading yang tak retak, dari awal kan terlihat dipaksakan, jadi lebih dikedepankan aspek “kekuasannya" daripada aspek penegakkan hukum proper dan berkeadilan," ucapnya.
Politisi PDIP itu menambahkan, pengaruh kekuasaan menjadikan KPK malas, tidak cermat, dan kurang hati-hati di dalam melakukan penyidikan dan penuntutan. Khususnya dalam membuat surat dakwaan.
"Ya sangat dipaksakan. Makanya KPK butuh pengawasan. Untuk hindari hal-hal seperti ini. Pemaksaan perkara, yang tidak berkasus dikasuskan entah karena jumawa kekuasaan atau karena ketidaktahuan atau kekurangpahaman penguasaan hukum pidana formil dan materiil," tegasnya.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin siang (4/11), Hakim Ketua Hariono memvonis bebas Sofyan Basir.
"Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua," kata Hariono saat membacakan putusan.
Sehingga, Sofyan dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal 12 huruf a juncto pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 56 ke-2 KUHP, dan pasal 11 juncto pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 56 ke-2 KUHP.
Dengan demikian, hakim menyebutkan bahwa Sofyan tidak terlibat dalam kasus dugaan suap berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1 antara OT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Sofyan Basir dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh jaksa KPK pada 7 Oktober 2019.
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN. Hal itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1. (Rmol)