GELORA.CO - Intoleransi masih menjadi masalah mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Setidaknya, berdasarkan hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI), indikator intoleransi masih meningkat.
Ada gejala meningkatnya intoleransi di masyarakat. Secara umum belum ada perbaikan dalam indikator intoleransi beragama dan berpolitik,” ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat mempresentasikan survei bertajuk “Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil serta Modal Kerja pada Periode Kedua Pemerintahan Jokowi” di Hotel Erian, Jakarta Pusat, Minggu (3/11).
Diuraikan Djayadi, tingkat intoleransi cenderung stagnan di tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Tapi jika dibandingkan 2017 dan 2016, tampak situasi yang lebih buruk. Khususnya pada kehidupan berpolitik,” tambahnya.
Dalam hal ini, mayoritas muslim masih keberatan jika non muslim menjadi kepala pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, gubernur, wakil presiden, dan presiden.
Warga muslim masih keberatan jika non muslim menjadi presiden, jumlahnya mencapai 59,1 persen, sedang yang tidak keberatan sebanyak 31,3 persen. Sebanyak 56,1 persen juga keberatan jika non muslim menjadi wakil presiden, yang tidak keberatan 34,2 persen.
Mayoritas umat muslim juga keberatan jika non muslim jadi gubernur, angkanya mencapai 52 persen. Sedang yang tidak keberatan 37,9 persen. Begitu juga untuk walikota/bupati, yang keberatan jika non-muslim sebanyak 51,6 persen dan yang tidak keberatan sebanyak 38,3 persen.
Survei digelar pada 8 hingga 17 September dengan melibatkan 1.550 responden. Survei dilaksanakan melalui tatap muka langsung dengan margin of error 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Rmol)