GELORA.CO - Polemik soal anggaran lem aibon di Dinas Pendidikan DKI Jakarta masih belum juga selesai.
Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini.
Sepertinya, kasus ini memang sangat penting sampai Sri Mulyani harus turun tangan.
Rupanya, tiga tahun lalu, yakni pada tahun 2016, Sri Mulyani juga sempat menemukan anggaran tunjangan profesi guru yang kelebihan Rp 23,3 T.
Dilansir dari Kompas.com, Sri Mulyani mengatakan akan bicara dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ihwal hebohnya anggaran dinas pendidikan untuk lem Aibon senilai Rp 82,8 miliar, di Rencana Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta 2020.
Seperti diketahui, temuan itu membuat heboh publik.
Besaran anggaran yang tak masuk akal itu pun mendapatkan perhatian dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Kami nanti akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri. Dalam meningkatkan kualitas dari APBN tentunya dan berbagai hal nanti akan kami koordinasikan bersama," ujar dia ketika ditemui di Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri sudah mengklarifikasi polemik ini.
Anies Baswedan mengatakan kesalahan anggaran bernilai fantastis, termasuk lem Aibon itu disebabkan adanya kesalahan sistem digital.
Biasanya, Pemrov DKI mengunggah seluruh usulan anggaran dalam sistem elektronik APBD yang dapat diakses publik dalam link website http://apbd.jakarta.go.id.
"Ya sebenarnya itu yang saya panggil minggu lalu. Saya tidak umumkan karena memang itu review internal. Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital tetapi tidak smart,” ujar Anies Baswedan saat ditemui di Balai Kota, Rabu (30/10/2019).
Ia mengatakan, jika sistem penginputan itu seharusnya bisa dilakukan dengan smart system.
Dengan sistem itu, akan terlacak anggaran-anggaran yang penginputannya salah.
"Ini sistem digital tetapi masih mengandalkan manual (pengecekannya)," ucap Anies Baswedan.
Menurut Anies Baswedan, smart system yang digunakan dalam proses penganggaran harusnya memiliki berbagai algoritma tertentu yang bisa mendeteksi anggaran yang janggal.
Namun, karena pengecekan terhadap item-item anggaran masih dilakukan manual, tingkat lolosnya anggaran yang janggal pun terbilang tinggi.
Sementara dilansir dari Youtube Kabar Petang TV One, Anies Baswedan mengatakan kalau kesalahan sistem tersebut sudah terjadi bertahun-tahun.
"Ini terjadi bertahun-tahun karena kita mamiliki sistem e budgeting yang mengharuskan kegiatan itu diuraikan perinciannya," kata dia.
Anies Baswedan pun mencontohkan anggaran tahun 2017 di masa kepemimpinan Ahok-Djarot.
"Saya beri contoh, ini contoh anggaran tahun 2017, jadi bukan tahun ini ya. Anggaran Rp 53 M, dituliskan di situ penghapus papan tulis untuk 600.000 anak, setiap anak 1 kali sebulan. Kalau lihat ini kita akan terkejut, kemudian setelah selesai disepakati angkanya tidak ada dan berubah jadi nol," urainya.
Menurut Anies Baswedan, dalam istilah para perancang itu namanya, komponen dummy dimasukkan supaya tercapai angka Rp 53 M.
"Tapi kenyataannya dipakai untuk honorarium. Ini bukan kejadian tahun ini, ini kejadian tahun 2017," tegasnya.
Menurutnya, sistem e bugeting yang ini memaksa para perencana memasukkan komponen di saat belum tentu ada komponennya, kemudian tidak dilakukan pengecekan.
"Ini adalah sistem sudah digital tapi tidak smart. Nah kami sudah menemukan ini setahun yang lalu, kemudian kami koreksi, dan ketika kami koreksi itu tidak dengan menyalahkan siapapun. Selama setahun ini kami tidak pernah menunjukkan pada siapapun bahwa ini ada problem di dalam perencanaan. Ujungnya dipakai anggaran yang benar," beber dia.
Anies Baswedan juga mengatakan kalau bisa saja ia membuat temuan tersebut heboh, tapi ia tidak melakukannya.
"Saya bisa saja sejak tahun yang lalu mengangkat ini semua, memposting, tapi tidak ada gunanya. Saya ini sedang bekerja untuk membangun persatuan, menghindari konflik tidak perlu. Tetapi beberapa hari ini ditonjolkan seakan-akan ini peritiwa pertama dan kelalaian pengawasan," kata dia.
Temuan Sri Mulyani
Rupanya yang disampaikan Anies Baswedan itu benar, bahwa ini bukan pertama kalinya ada masalah dalam anggaran.
Selain kasus yang dijabarkan Anies Baswedan para tahun 2017, Sri Mulyani juga menemukan adanya over budgeting di Kementerian Pendidikan Tahun 2016.
Dilansir dari Kompas.com, Sri Mulyani memutuskan untuk menunda pengucuran dana transfer ke daerah pada APBNP 2016 sebesar Rp 72,9 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp 23,3 triliun merupakan dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia yang merupakan dana transfer khusus (DTK).
"Kami melakukan penyesuaian untuk yang DAK non-fisik, terutama untuk tunjangan profesi guru. Ini saya mohon jangan seolah-olah (pemerintah) dibaca tidak punya komitmen ke pendidikan," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Ia menuturkan, penundaan pengucuran tunjangan profesi guru dilakukan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penelusuran anggaran atas dana transfer ke daerah tahun anggaran 2016.
Seperti diketahui, pemerintah sedang melakukan penghematan besar-besaran untuk mencegah melebarnya defisit dana anggaran APBN-P 2016.
Pada APBN-P 2016, total dana anggaran tunjangan profesi guru sebesar Rp 69,7 triliun.
Namun, setelah ditelusuri, Rp 23,3 triliun merupakan dana yang over budget atau berlebih.
Sebab, dana anggaran guru yang tersertifikasi ternyata tidak sebanyak itu.
"Jadi gurunya memang enggak ada atau gurunya ada, tetapi belum bersertifikat, itu tidak bisa kami berikan tunjangan profesi. Kan tunjangan profesi secara persyaratan (berlaku) bagi mereka yang memiliki sertifikat. Coba bayangkan sebesar itu, Rp 23,3 triliun sendiri," kata Sri Mulyani.
Ia berharap, pemerintah bisa menjadikan kejadian over budget tunjangan profesi guru sebagai pembelajaran dalam perencanaan anggaran ke depan.
"Ini barangkali pembelajaran untuk perencanaan (anggaran) yang lebih baik sehingga kita tidak membuat over budgeting yang membuat beban yang luar biasa besar," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. [tn]