OLEH: ZENG WEI JIAN
GELORA.CO - SEORANG rakyat jelata, a commoner from Priok, bernama Sugiyanto alias SGY naik pitam. Dia menggugat William dari PSI ke Badan Kehormatan (BK) DPRD. Pasalnya: Melanggar Kode Etik.
BK merespons. William akan diinterogasi minggu depan. Pimpinan DPRD harus dengar aspirasi rakyat. Jatuhkan sanksi sepadan dan seberat-beratnya.
DPRD dan rakyat harus paham; William tidak etis. Bikin gaduh. Tidak sedang berupaya selamatkan uang rakyat. Bukan bela transparansi anggaran. Dia nyerang Anies Baswedan.
William personifikasi "Ignorence is bliss". Kultwitnya klir; mengarahkan down grading terhadap Anies Baswedan.
Yang dia masalahkan adalah dummy anggaran. Sesuatu yang lazim. Di Era Ahok pun ada. Enggak masalah. Nantinya dibahas di Komisi.
Dummy disebut Anggaran. Sebelum dia berisik, Anies Baswedan sudah menyerit draft usulan dan briefing SKPD.
Mestinya Komisi Anggaran memanggil SKPD yang mengisi pos anggaran yang dianggap bermasalah. Gubernur dan DPRD harus kritis kepada SKPD. Tapi William, out of ignorence, malah bertanya ke Anies Baswedan lewat twitter.
William terindikasi mengidap Apophenia yaitu "mistakenly perceive connections and meaning between unrelated things".
William anggota Komisi A tapi rilis komentar mengenai sesuatu yang menjadi domain Komisi E Pendidikan. Enggak nyambung. Unrelated. Wajar bila rakyat seperti Sugiyanto merilis resistensi.
Manuvernya berdasarkan modus "myside bias" atau "Confirmation bias". Ibaratnya lepas anak panah. Ngasal. Kena apa saja. Target dibuletin di mana anak panah itu tertancap.
Dalam rangka mengonfirmasi Anies Baswedan Gubernur gagal atau konconya garong anggaran, William membabi-buta.
Padahal faktanya enggak begitu. Proses anggaran tidak semudah itu. Takes time. Angka gelondongan anggaran pendidikan sesuai 20% dari total anggaran sudah diperoleh. Lalu harus di-break down sampai satuan tiga.
Proses belum selesai, William sudah bunyi. Panggung direbut. Dia nari-nari sendirian. Seolah hanya PSI yang paling concern jaga duit rakyat. Fraksi lain enggak kerja. Dari puluhan ribu mata anggaran hanya nemu 3 pcs sudah jadi pahlawan.
Selain itu, Pimpinan DPRD harus mempertimbangkan impact dari manuver politik William.
Harmonisasi dan Program Persatuan yang sedang digarap Anies Baswedan dan DPRD kembali ke titik nol.
"Confirmation bias" yang dirilis William memecah-kembali rakyat Jakarta yang sudah mulai melupakan Pilkada rasa mayat. Emosi dan dendam bangkit kembali.
William berpotensi membahayakan rekonsiliasi nasional yang ditabuh oleh Presiden Jokowi, Ibu Mega dan Pak Prabowo.
Jadi masuk akal apabila DPRD harus menjatuhkan sanksi paling berat kepada William.
Penulis merupakan aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak)(rmol)