Oleh : Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Serius! Wacana presiden tiga periode tak main-main. Lobi-lobi partai sudah dimulai. Spanduk sudah dipasang. Petisi sudah di-launching. Testing the water. Ketua MPR kabarnya sudah mulai sibuk.
Tiga periode? Iya! Setiap periodenya delapan tahun. Jadi, tiga periode itu 24 tahun. Lama ya? Banget! Soekarno cuma 22 tahun.
Jika amandemen terkait pilpres ini goal, maka anda, rakyat Indonesia, tak bisa memilih presiden lagi. Karena pemilihan presiden akan ditentukan di sidang MPR. Maka, di tangan partailah suara pemilihan akan dikendalikan. Suara anda terwakili partai? Ngayal lu!
Apa artinya presiden dipilih MPR? Artinya presiden akan selalu sukses untuk menjabat tiga periode. Pertama, anda lihat siapa ketua DPR, ketua MPR dan ketua DPD. Orang-orang yang ditunjuk atas persetujuan presiden. Kedua, anda lihat berapa partai yang bergabung ke presiden. Mayoritas! Kuncinya cuma satu: bagi-baginya cocok, aman tiga periode.
Ada partai yang bandel, cari kasusnya dan tangkap. Apalagi Dewan Pengawas KPK sudah ada dalam genggaman. Tinggal pencet tombolnya, beres!
Kalau rata-rata usia presiden itu 70-an tahun, dan presiden menjabat pertama kali di usia 50-an tahun, itu artinya presiden seumur hidup. 50+24=74 tahun.
Bagaimana dengan Jokowi? Nah ini yang jadi pertanyaan publik. Pertama, lima tahun pertama Jokowi, rakyat terbelah. Bertahun-tahun gaduh dan terjadi bentrok kelompok massa. Artinya, stabilitas politik sangat bermasalah.
Kedua, pertumbuhan ekonomi hanya 5%. Pertumbuhan ekonomi di era presiden-presiden sebelumnya rata-rata 6-7%. Tentu, rakyat merasakan betapa semakin sulitnya hidup karena harga barang-barang naik. Daya beli rakyat jauh menurun.
Ketiga, target pembangunan sesuai program yang dijanjikan untuk lima tahun tak tercapai. Ini jika mengacu pada standar janji politik dan rencana program pemerintah.
Keempat, hasil pemilu sangat kontroversial. Sekitar 700 petugas pemilu meninggal dengan informasi yang simpang siur terkait dengan faktor penyebab mengapa mereka meninggal.
Era Jokowi menyisakan banyak persoalan. Rakyat memberi kesempatan lagi, dan berharap ada kemungkinan terjadinya perubahan. Belum 100 hari bekerja, dan belum juga ada tanda-tanda perubahan terutama jika dilihat dari SDM di jajaran kabinet dan kemampuan anggaran negara, muncul wacana presiden tiga periode. Ampuuuun deh.
Kerja, kerja, kerja dulu. Buktikan ke rakyat bahwa periode kedua lebih baik dari periode pertama. Siapkan energi dan strategi untuk menghadapi resesi ekonomi tahun depan. Gak usah aneh-aneh beropini tiga periode.
Begitu banyak rakyat yang kecewa, terutama terkait dengan proses pemilu dan kondisi ekonomi. Tenangkan mereka, rangkul mereka, beri harapan kepada mereka. Itu PR bagi istana agar kedepan bangsa ini makin kondusif dan punya harapan untuk lebih baik. Bukan malah sibuk dengan amandemen UUD 45 untuk nambah periode bagi presiden. Ini namanya memancing kegaduhan. Indonesia ini bangsa damai, jangan selalu dibuat gaduh.
Gak usah pakai alasan dan logika macam-macam. Cost politiklah, kegaduhanlah, pembangunan yang belum selesailah. Yang disebutkan semua itu bukan faktor dan sumber masalah bagi pemilu presiden. Tapi, itu dampak komunikasi politik yang gak tepat dan law enforcement yang lemah selama ini. Jangan sakit perut disuruh minum obat bodrek. Gak nyambung. Yang ada malah sakit makin parah.
Berhentilah mewacanakan presiden tiga periode. Itu hanya keinginan orang-orang yang sudah udzur usianya tapi gak siap pensiun. Karena kalau ganti presiden, orang-orang itu gak kepakai. Gak bisa lagi numpang hidup dan berkarir.
Mungkin juga asing/aseng yang merasa hasil investasinya sangat bergairah di era penguasa sekarang, dan leluasa kirim tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran di negaranya.
Yang masih sehat cara berpikirnya, mari menatap masa depan bangsa ini dengan cerah. Berikan yang terbaik untuk negara ini. Siapkan generasi yang lebih brilian di masa depan. Jangan menuruti nafsu asing/aseng dan mereka yang tidak siap pensiun di usia jelang kematiannya.(*)