GELORA.CO - Mendapatkan predikat sebagai provinsi dengan jumlah pengangguran terbanyak, tak membuat Pemprov Banten kehilangan akal. Para pendatang dari berbagai luar provinsi diklaim sebagai penyebab utama kondisi sosial di Tanah Jawara ini.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten, Al Hamidi mengungkapkan, terdapat sejumlah penyebab yang mengakibatkan angka pengangguran sedemikian tinggi. Salah satunya banyaknya kawasan industri yang memancing warga luar untuk mencari pekerjaan.
"Kalau melihat dari survei BPS jelas terkait, karena Banten ini tempat calon tenaga kerja untuk mengadu nasib," kata Hamidi, saat dihubungi Kantor Berita RMOLBanten melalui telepon, Rabu (6/11).
Lebih lanjut Hamidi menjelaskan, terdapat dua gelombang membeludaknya serbuan pendatang luar daerah ke Banten. Pertama, pascalebaran dan kedua setelah tahapan kelulusan semua tingkat pendidikan. Jumlah pendatang yang masuk di dua gelombang itu bisa mencapai 7 hingga 10 persen dari jumlah penganggur.
"Adanya pelonjakan pencari kerja. Jadi banyaknya urbanisasi dari luar Banten itu mencari pekerjaan. Belum tentu semua itu terserap kan, menumpuk, sehingga menjadi disangka pengangguran," terangnya.
Dari data yang dimiliki, para pendatang nyatanya mampu lebih dominan menyerap lapangan kerja. Dari total jiwa yang kini bekerja, 70 persennya merupakan warga luar Banten.
"Sekarang data yang kita lihat 1,5 juta lebih orang yang bekerja, kalau data BPS 1,6 juta lebih. Itu 70 persen dari luar Banten yang saat ini bekerja di Banten di sektor formal. Hampir seluruh (daerah asal pendatang) kalau di Banten. Dari Jawa yang jelas itu, Jawa Timur dan Jawa Tengah," paparnya.
Disinggung apakah ada upaya agar warga lokal bisa lebih diutamakan agar bisa terserap lapangan kerja, Al Hamidi mengaku Pemprov Banten sudah melakukannya.
Hal itu ditandai dengan dibuatnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 9 Tahun 2019, sehingga perusahaan diwajibkan melapor ke pemerintah daerah jika ada lowongan kerja. Akan tetapi diakuinya, upaya itu juga belum efektif mengurangi angka pengangguran.
"Maksudnya supaya mengatur. Seandainya harus ada jatah 70 orang Banten, 30 persen orang luar kan tidak diatur juga dalam undang-undang, bahkan melanggar undanh-undang dasar yang sepeti itu. Sepanjang undang-undang tidak melarang orang bekerja di mana saja itu agak sulit," terang dia.
Dijelaskan Al Hamidi, tak optimalnya serapan tenaga kerja lokal Banten dikarenakan kejuruan sekolah tingkat atas belum sesuai dengan kebutuhan industri.
"Sebanyak 740 SMK di Banten kebanyakan (jurusan) bisnis perkantoran, kan itu mau ditempatkan dimana. Kalau misal kejuruan perkantoran dia mau ngantor dimana. Kalau bisnis, berbisnis dimana sehingga ada beberapa kejuruan yang tidak dapat ditampung. Yang jelas soal kejuruannya," ujarnya.
Ketika disinggung lagi soal percaloan tenaga kerja, pria berkumis tebal itu tak menampik hal itu juga memengaruhi angka pengangguran. Praktik percaloan juga yang menjadi penyebab kurang terserapnya tenaga kerja asal Banten dibanding mereka yang berasa dari luar daerah.
"Hasil kita turun ke lapangan, ini (pengangguran) salah satu faktor penyebabnya juga adalah percaloan. Jadi untuk masuk ke perusahaan itu dimintai duit. Kalau rata-rata di atas Rp 5 juta lah ya. Itu pidana kalau memang terjadi jadi ranahnya sudah kejahatan," pungkasnya.(rmol)