GELORA.CO - Rencana kebijakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy, yang mewajibkan bagi para pasangan yang ingin menikah untuk mengikuti pembinaan atau pembekalan pranikah untuk mendapat sertifikat yang selanjutnya dijadikan syarat perkawinan. Pasangan yang tidak luluspembekalan pranikah tidak boleh menikah.
Kebijakan yang akan dimulai diberlakukan pada 2020 ini ditolak sejumlah warga yang dihubungi Harian Terbit, Minggu (17/11/2019). "Alah…, palingan cuma sekedar cari proyek saja itu," ujar Billy (41) salah satu warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
"Masa kita mau nikah, dibuat ribet. Kalau bicara pembinaan ya ga mesti diwajibkan ikut pembinaan hingga dapat sertifikasi lah," terangnya.
Menurut karyawan di salah satu perusahaan swasta ini, upaya membina pasangan yang hendak menikah tak perlu syarat harus mendapatkan sertifikasi. Pemerintah, lanjut Billy, hendaknya harus aktif memberikan penyuluhan, wawasan kepada masyarakat terutama pasangan yang akan menikah mengenai hal-hal ataupun bekal bagi para pasangan yang akan menikah.
"Jadi sertifikat itu seakan jadi tolak ukur jadi nikah atau gagal nikah dong. Kalau ga lulus, ga dapet sertifikat, berarti ga jadi nikah. Gimana ini pemerintah," ujar dia.
Senada dengan Billy, Indra (35) salah satu warga Cipinang, Jakarta Timur juga memprotes kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah hendaknya jangan terlalu mengatur privasi warganya.
"Urusan perasaan, kenyamanan pasangan yang serius kok dibatasi dengan adanya sertifikat. Kalau pasangan ikut bimbingan, ga lulus, terus gagal nikah dong? Aneh-aneh saja pemerintah," ungkapnya saat ditemui di kediamannya.
Ia menilai, tak ada kaitan antara keharusan lulus dalam pembinaan pra nikah hingga mendapatkan sertifikat, dengan hak dua insan yang berniat ibadah dengan melangsungkan pernikahan.
"Patut dipertanyakan juga, parameter lulus hingga dapat sertifikasi pra nikah itu seperti apa. Kalau misalnya masyarakat pelosok yang dalam hal ini minim pendidikan lalu berniat menikah, tapi dalam perjalanan prosesnya ga lulus gimana?. Kan kasian," ungkap Indra.
Jangan Beratkan Warga
Anggota DPD RI Fahira Idris, menilai, rencana Kemenko PMK mensyaratkan sertifikat pernikahan untuk calon pengantin baru diharapkan tidak boleh memberatkan calon pengantin.
"Dalam prosesnya tidak boleh memberatkan atau menjadi beban bagi calon pengantin," ujarnya di Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Senator asal DKI Jakarta ini mengatakan, sebisa mungkin program ini tidak hanya bermanfaat. Namun, menyenangkan.
Terutama, untuk mendapat banyak ilmu dan bekal membangun rumah tangga dari program ini. Terlebih, keluarga adalah miniatur sebuah bangsa dan negara.
Menurut Fahira, program ini salah satu arahnya memang harus diarahkan untuk menyebarkan kasadaran kepada calon pengantin. Yaitu bahwa, institusi keluarga itu adalah bagian penting dari ketahanan nasional sebuah bangsa.
"Oleh karena itu sebelum membangun keluarga bukan hanya harus siap fisik dan mental tetapi juga harus berilmu," kata Fahira.
Dirinya sekaligus berharap, program sertifikasi pernikahan juga memberi pemahaman terkait berbagai ancaman yang sedang menggempur sendi-sendi ketahanan keluarga. Selain harus mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga, banyak tantangan lain yang bekal dihadapi mulai dari miras, narkoba, pornografi, dan kekerasan terhadap anak baik fisik maupun seksual. [ht]