Menag Fachrul Ungkap Masyarakat Berselancar di Medsos Kecanduan Konten Agama

Menag Fachrul Ungkap Masyarakat Berselancar di Medsos Kecanduan Konten Agama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Menteri Agama, Fachrul Razi mengemukakan kementeriannya menemukan tren pengguna internet di Indonesia yang berbeda dengan negara lain.

Menurut Fachrul, media sosial menjadi primadona bagi para masyarakat mencari informasi. 

Yang menjadi perhatian adalah mayoritas orang-orang yang berselancar di media sosial cenderung mencari tahu informasi berkaitan dengan agama. Minat pencarian terhadap pemahaman-pemahaman agama di medsos luar biasa tinggi.

"Dari data-data disebutkan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hampir dari setengah total masyarakat Indonesia, menggunakan medsos untuk melakukan interaksi dengan orang lain dan untuk mencari informasi tentang persoalan kehidupan, termasuk masalah agama," kata Fachrul, saat menyampaikan paparannya di Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda di Sentul, Bogor, Rabu 13 November 2019.

Temuan itu, kata Fachrul, didapatkannya dalam laporan berjudul ‘Essential Inside Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerence Use Around the Wolrd’ yang diterbitkan 30 Januari 2018 oleh Hootsuite dan We Are Social.

Laporan itu menyampaikan bahwa ada 126 juta para pengguna internet yang menggunakan smartphone untuk berselancar di media sosial.

Data tersebut, kemudian dikuatkan pada laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut indeks diseminasi media sosial diperoleh angka sebesar 39,89 persen. Jumlah itu terbilang tinggi, lantaran pencarian tentang agama banyak dicari seperti keberadaan Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kuasa Tuhan dan kisah hidup orang-orang suci.

"Ketika dahaga keagamaan mereka tidak terpenuhi, mereka mencari otoritas yang lain, yang diperoleh secara online. Yang kemudian terjadi, mereka menjadi mandiri dan tidak fokus dengan otoritas keagamaan tradisional tertentu, tetapi juga otoritas keagamaan yang lain secara global atau transnasional," tuturnya.

Yang menarik, kata Fachrul, dulu masyarakat percaya dan berkonsultasi untuk memperdalam sisi spritualitasnya dengan bertemu pemuka agama secara konvensional atau lembaga keagamaan. Berbeda dengan kini, tren telah berubah kekuatan media sosial memberikan ruang terhadap tafsir-tafsir disampaikan kepada publik.

"Tafsir-tafsir agama mainstream dikalahkan oleh pilihan-pilhan personal bersumber dari yang bukan otoritas, tapi mungkin demi memenuhi akal sehat mereka," ungkap Fachrul

"Mereka berkonsutasi dengan berbagai sumber untuk memenuhi kehausan agamanya," tambahnya.

Pesatnya perkembangan teknologi disertai banjir informasi disebut Fachrul, menyebabkan kebenaran soal agama menjadi tidak tunggal. Dampaknya, konten keagamaan berpaham radikal dan ekstrem makin mudah masuk. Oleh karena itu tantangan lembaganya ke depan adalah terkait strategi komunikasi.

"Mereka konsumsi tanpa ada konsultasi dengan otoritas keagamaan tradisional atau mainstream yang ada. Akibatnya, pemikiran keagamaan sebagian besar kita, cenderung intoleran dan mudah terpapar ideologi radikal ekstrem atau sebaliknya jadi super toleran yang mengganggu sendi-sendi beragama," kata dia. [vn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita