GELORA.CO - Pernyataan Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat yang menyebut ada bakal calon menteri Presiden Joko Widodo yang diminta partai politik uang kontribusi Rp500 miliar, bukan isapan jempol. Disebutkan, dalam dunia politik praktik jual beli jabatan bukan hal baru.
“Jadi, pernyataan Humprey Djemat bahwa ada calon menteri diminta uang sebesar Rp500 miliar bukan sekadar isapan jempol tapi memang seperti itu realitasnya. Apalagi Humphrey ketua umum parpol dan juga lama berkecimpung dalam dunia politik. Uang tersebut untuk mengisi kas parpol,” kata Direktur Eksekutif Government Watch (Gowa) Andi Saputra, Senin (25/11/2019).
Menurutnya, supaya pernyataan Humprey itu berdasarkan fakta, bukan isapan jempol, tetap harus diseriusi penelusurannya. "Panggil Pak Humphrey supaya pernyataannya memang berdasarkan fakta, sehingga bukan hanya sekadar isu,” ujar Andi.
Jadi, sambung Andi, pernyataan Humprey Djemat bahwa ada calon menteri diminta uang sebesar Rp500 miliar bukan sekadar isapan jempol tapi memang seperti itu realitasnya. Apalagi Humphrey adalah sosok yang menjadi ketua umum parpol dan juga lama berkecimpung dalam dunia politik. Tapi jumlah yang diminta dan disediakan calon sebesar Rp 500 miliar itu mesti didalami lagi.
"Panggil Pak Humphrey supaya pernyataannya memang berdasarkan fakta, sehingga bukan hanya sekadar isu. Oleh karena itu tetap harus diseriusi penelusurannya," tandasnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Institute for Strategic and Development (ISDS) Aminudin mengatakan, harusnya Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat melaporkan hal tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentu lebih baik Humphrey menyebut saja partai mana yang dia maksud atau inisialnya. Sehingga tidak menimbulkan fitnah.
"Kalau perrnyataan Pak Humphrey benar maka ini salah satu fenomena bahwa kabinet pemerintahan sekarang terbentuk dari politik dagang sapi," ujar Aminudin kepada Harian Terbit, Minggu (24/11/2019).
Aminudin menuturkan, jika pernyataan Humphrey benar, maka dugaan ada politcal will dari pusat kekuasaan untuk membentuk pemerintahan Kleptokrasi atau korupsi. Oleh karena itu terdapat hubungan saling kait mengait dengan dilumpuhkannya semua sektor pengawasan terutama KPK.
Apalagi, lanjutnya, pemerintahan sekarang juga telah menunjuk seorang politisi yang berdasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama menjabat kepala daerah yang merugikan keuangan negara ratusan milyar bahkan trilyunan menjadi petinggi BUMN.
"Lontaran Pak Humprey adalah bagian agenda besar pemegang kekuasaan untuk mencuri besar-besaran uang rakyat seperti yang pernah dilontarkan ICW (Indonesian Corruption Watch)," jelasnya.
Preseden Buruk
Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsudin Alimsyah mengatakan, jika pernyataan Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat benar ada calon menteri yang diminta Rp500 miliar agar bisa duduk di kabinet Jokowi-Maruf benar maka hal ini berita yang mengagetkan dan perlu ditelusuri kebenarannya.
"Ini peristiwa tidak hanya preseden buruk tapi membuka peluang korupsi menjadi semakin subur," ujarnya.
Syamsudin menuturkan, adanya dugaan permintaan Rp500 miliar akan menguatkan resiko politik kompromi. Karena sejatinya menteri benar benar profesional dan menjadi kewenangan mutlak presiden dan bebas tekanan parpol. Kehadiran atau keterpilihan kader parpol dalam jajaran kabinet mestinya tidak dimaknai sebagai representasi parpol melainkan krahliannya. Karena refresentasi parpol sudah ada di DPR. [ht]