GELORA.CO - Papua Nugini (PNG) agaknya sudah terjebak dengan utang luar negerinya ke China. Sebab pada 2023 mendatang, pembayaran tahunan negeri mutiara hitam ini diperkirakan meningkat sebesar 25 persen yang membuatnya harus terseok-seok.
Terakhir, utang luar negeri Papua Nugini melonjak dari 10 persen ke 42 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada anggaran tahun terakhir. Padahal batas aman utang luar negeri suatu negara adalah 35 persen.
Dalam dokumen anggaran Papua Nugini yang dirilis Kamis (28/11), tidak diinformasikan berapa total utang ke China. Namun dari jadwal pembayaran, terlihat kreditor bilateral terbesar PNG adalah China dengan kewajiban pembayaran tahunan 67 juta dolar AS atau Rp 945 miliar (Rp 14.109/dolar AS) pada 2023.
Utang tersebut menjadi persoalan saat Papua Nugini menjadi tuan rumah kerja sama ekonomi Asia-Pasifik (APEC) tahun lalu.
"Pada saat itu kami di tengah-tengah ekstravaganza APEC. APEC harus karpet merah, jalan-jalan baru yang mewah, semuanya terfokus di Port Moresby, dan (mobil sedan) Maserati," ujar Bendaharawan Ian Ling-Stuckey seperti dilansir oleh Reuters.
"Sekarang, kami memiliki perdana menteri baru yang harus melakukan perjalanan kelas ekonomi," lanjutnya seraya menambahkan bahwa pembelian sedan Maserati Quattroporte pada saat itu memicu protes publik mengingat kondisi kemiskinan yang sedang terjadi di negara itu.
Sekutu lama Papua Nugini, Amerika Serikat sebelumnya telah memperingatkan ekonomi predator yang dilakukan China. Namun Papua Nugini lebih tertarik beralih ke China karena negara tersebut sudah hampir menguasai Pasifik.
"Anda memiliki beberapa pinjaman yang hanya tinggal klik, namun pembayaran yang menjadi masalah," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Think Tank Institute National Affairs, Paul Barker. [rm]