GELORA.CO - BOM bunuh yang terus berulang kembali mengusik rasa penasaran Fadli Zon.
Fadli Zon pun mencurigai ada bisnis kelompok tertentu di balik aksi terorisme yang kini berkembang.
Pernyatan tersebut diungkapkan fadli ZOn lewat akun twitternya @fadlizon; pada Senin (18/11/2019).
Menurutnya, teror berupa bom bunuh diri sangat meresahkan seluruh pihak.
Dirinya pun melaknat aksi teror berupa bom bunuh, seperti yang terjadi di Polresta Medan, Medan, Sumatera Utara pada Selasa (12/11/2019) lalu.
Sebab bukan hanya menebarkan ketakutan dan merenggut korban jiwa, aksi teror juga katanya telah merusak kedamaian dan memicu sikap saling curiga antar warga negara.
Pernyataannya sangat beralasan, sebab banyak dari masyarakat yang ketakutan akan aksi teror.
Tetapi sebaliknya, terdapat pula kelompok masyarakat yang terus menerus menjadi sasaran dan terus dipojokkan.
"Dalam tujuh belas tahun terakhir, sejak tragedi bom Bali, polisi sebenarnya telah menangkap lebih dari seribu orang terduga teroris. Menurut Komnas HAM, hingga 2016 ada sekitar 118 terduga teroris telah ditembak mati," jelas Fadli Zon.
"Itu belum menghitung jumlah yg ditembak mati dalam tiga tahun terakhir. Dengan demikian, operasi anti-teror di Indonesia tercatat sebagai operasi anti-teror paling lama dan terbesar di dunia," tambahnya.
Sedangkan apabila dilihat dari sisi anggaran, Polri diungkapkannya meminta tambahan anggaran hingga sebesar Rp 44 triliun untuk penanganan terorisme pada bulan Juni 2018.
Anggaran tersebut katanya dikhususkan untuk menunjang kegiatan Satgas Antiteror guna membasmi sel-sel teroris di tiap Polda seluruh Indonesia.
"Namun, upaya itu terbukti tak bisa mencegah terjadinya teror," imbuhnya.
Fadli Zon pun mengutarakan banyak pertanyaan, mulai dari alasan mengapa aksi teror masih terjadi hingga alasan pemerintah dan aparat yang terus mengeksploitasi masalah radikalisme dan terorisme.
"Kenapa aksi teror masih saja terus terjadi? Di sisi lain, knp pemerintah dan aparat terlihat seperti sengaja mengeksploitasi isu ini, seolah realitas masyarakat kita adlh masyarakat radikal dan teror? Bisakah kita menghilangkan 'radikalisme' dan 'terorisme' rutin di Indonesia?," jelas Fadli Zon.
"Saya khawatir, cara pemerintah serta aparat dalam mengatasi isu teror dan radikalisme yang masih menggunakan gaya 'war on terror' ala Amerika saat menyikapi Tragedi WTC (World Trade Center)," tambahnya.
Apabila demikian, lanjutnya, harapan untuk dapat meredam radikalisme diyakininya malah kian mengundang antipati dan skeptisisme masyarakat.
Sebab, gaya 'war on terror' atau semacamnya yang diterapkan oleh Amerika Serikat selaku negara adidaya sudah lama dikritik dan dikoreksi.
"Bahkan, kemudian terungkap bhw kelompok-kelompok teror yg diburu oleh Amerika sesungguhnya adlh kelompok yg mereka ciptakan sendiri," jelas Fadli Zon.
"Bahkan pihak Rusia berani menuduh bhwa ISIS adlh ciptaan Amerika sendiri, sehingga 'terorisme' bisa sj jadi bisnis kelompok atau oknum tertentu," ungkapnya. [tn]