GELORA.CO - Kasus yang menimpa agen perjalanan umroh, First Travel harus menjadi pembelajaran. Pelu ada terobosan hukum atau skema khusus agar kerugian korban penipuan tidak terjadi.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengingatkan bahwa dalam kasus First Travel, yang berkekuatan hukum tetap, barang bukti dan sitaan dinyatakan dirampas untuk negara. Di lain pihak, puluhan ribu korban harus tetap dalam kondisi menanggung kerugian.
“Betul kasusnya diproses hukum dan ada pelaku yang dihukum. Tetapi, kerugian materi (uang) korban tidak dipertimbangkan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (14/11).
Maneger menilai bahwa seharusnya kerugian korban turut dipertimbangkan. Sebab dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, majelis hakim memutuskan barang bukti sitaan dari pelaku, untuk kemudian dikembalikan ke negara.
“Negara yang tidak mengalami kerugian, justru mendapatkan tambahan untuk kas negara. Sudah seharusnya terobosan hakim juga memikirkan kerugian yang dialami puluhan ribu korban,” ujar Maneger.
Masih, katanya, perspektif jaksa penuntut umum seharusnya mempertimbangkan ganti rugi (restitusi) sebagai salah satu bentuk pemidanaan untuk keadilan bagi korban. Hal tersebut juga sesuai dengan semangat yang diakomodir dalam Rancangan KUHP.
“Dalam kasus ini, perspektif hakim juga kurang berpihak pada korban,” tegas Maneger.
Karena itu, belajar dari kasus penggelapan dan penipuan terhadap puluhan ribu jamaah umroh First Travel ini, Maneger berharap, ke depan ada skema khusus yang disiapkan untuk mengantisipasi terulangnya kejadian tersebut agar korban tidak dalam posisi menderita untuk ke sekian kalinya.
“Sudah ditipu, tidak jadi berangkat ibadah dan uangnya pun tidak kembali. Perspektif korban seharusnya lebih diutamakan,” kata Maneger lagi. (Rmol)