GELORA.CO - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan pihaknya mengkritisi larangan aksi unjuk rasa hingga 20 Oktober mendatang. Menurutnya, pelarangan tersebut merupakan tindakan inkonstutisional.
"Hak menyampaikan pendapat, hak aksi itu kan dijamin oleh UUD dan UU Nomor 9 Tahun 1998. Karena itu melarang itu tindakan inkonstitusional, tindakan yang melanggar konstitusi. Aksi itu harus diperkenankan selama tak membawa senjata tajam (sajam)," ujar Asfinawati usai mengisi diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Dia melanjutkan, dalam esensi sistem demokrasi Presiden adalah lembaga publik. Sehingga Presiden tetap bisa dikritik.
"Karena itu di negara-negara lain ada pelantikan presiden dikritik ya biasa saja. Menurut saya kalau Presidennya berjiwa negarawan ya dia akan senang dikritik, karena dia akan mendengar di hari pelantikannya apa sebetulnya yang diinginkan rakyat karena dia memerintah untuk rakyat," jelas Asfinawati menegaskan.
Sehingga, jika pada pada hari H pelantikan Presiden pada 20 Oktober nanti ada aksi unjuk rasa, maka seharusnya tidak dilarang. Bahkan, aksi unjuk rasa bisa dilakukan dengan teknik lain.
"Pertama mungkin tempatnya, jaraknya, itu maksimal yang bisa dilakukan yaitu membatasi jarak orang yang aksi. Tapi sampai saat ini aksi dilarang di depan istana, sehingga apalagi yang aneh," tambah Asfinawati. [rep]