GELORA.CO - Seorang wanita etnis Kazakh bernama Sayragul Sauytbay memberikan kesaksian mengenai kengerian di kamp konsentrasi China di Xinjiang, tempat jutaan etnis Uighur dan etnis lainnya ditahan.
Sebelum penahanannya, Sauytbay mengatakan ia beserta suami dan dua anaknya berusaha untuk menyelamatkan diri ke Kazakhstan, namun nasib sial menimpanya. Suami dan kedua anaknya berhasil, sementara dirinya dibawa ke kamp tersebut dan paspornya disita. Peristiwa itu terjadi tahun 2017 lalu.
Sauytbay, yang dibawa untuk mengajar propaganda Tiongkok dan Komunis kepada tahanan lainnya, mengatakan dia menyaksikan kekejaman yang tidak manusiawi sebelum akhirnya ia keluar dan diberikan suaka oleh Swedia.
Di kamp tersebut, menurut Sauytbay, para tahanan akan dihukum untuk segala hal yang mereka lakukan.
"Mereka (penjaga) akan menghukum narapidana untuk semua hal. Siapa pun yang tidak mengikuti aturan dihukum. Mereka yang tidak belajar bahasa China dengan baik atau yang tidak menyanyikan lagu-lagu juga dihukum," katanya dalam sebuah wawancara, dilansir dari laman Bussiness Insider, Selasa (22/10).
Sauytbay memperkirakan ada sekitar 2.500 tahanan di kamp itu, yang berusia 13 hingga 84 tahun, dan dari berbagai latar belakang, semuanya menjadi korban kebrutalan negara Tiongkok.
Selain menjadi sasaran kekerasan, para tahanan yang merupakan muslim itu juga dipaksa makan babi atau mengonsumsi hal yang dilarang dalam ajaran agama Islam. Sauytbay juga mengungkapkan buruknya kondisi kamp tersebut, ketiadaan fasilitas kesehatan, dan kebersihan yang tidak terjaga.
Ia menceritakan saat dirinya dipaksa menyaksikan pemerkosaan bergilir seorang wanita muda oleh penjaga penjara di sana. Berdasarkan penuturan Sauytbay, wanita itu dipaksa melepaskan seluruh pakaiannya dan 'mengakui dosa-dosanya' di hadapan sekitar 200 tahanan. Wanita itu kemudian diperkosa beramai-ramai oleh penjaga penjara.
"Saat mereka memperkosanya, mereka juga memeriksa untuk melihat bagaimana kami bereaksi. Orang-orang yang memalingkan kepala atau menutup mata mereka, dan mereka yang tampak marah atau terkejut, dibawa pergi dan kami tidak pernah melihat mereka lagi," tutur Sauytbay.
Ada juga eksperimen medis yang dilakukan terhadap para tahanan, mereka dipaksa minum pil dan diberi suntikan, tetapi tidak diberi tahu obat atau suntikan apa yang diberikan. Beberapa yang menjadi sasaran melaporkan mereka mengalami impotensi dan penurunan kognitif.
Para tahanan wanita juga dipaksa melakukan aborsi, ironisnya kehamilan mereka disebabkan oleh pemerkosaan yang dilakukan para penjaga tahanan sendiri. Tak sedikit pula wanita yang diperkosa dan mengalami kehamilan secara berulang sehingga diaborsi paksa berulang kali pula.
Pemerintah China, yang telah menahan lebih dari satu juta anggota etnis minoritas, kebanyakan Uighur, di kamp-kamp dalam beberapa tahun terakhir, mengatakan kepada media bahwa laporan kekejaman itu tidak benar, dan bahwa kamp penjara adalah pusat pendidikan dan kejuruan untuk membantu negara melawan terorisme.
Awal tahun ini, pejabat China mengatakan bahwa mayoritas tahanan di Xinjiang telah dibebaskan. Namun, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan Pentagon mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa klaim China tidak dapat dibuktikan. [ak]