GELORA.CO - Peristiwa penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto masih mencuat dan menjadi isu publik. Namun, kejadian ini menjadi simpang siur karena terbelah publik dengan adanya isu rekayasa dalam penusukan Wiranto di Menes, Pandeglang, Banten.
Penceramah kondang Ustaz Tengku Zulkarnain ikut menyoroti peristiwa penusukan ke Wiranto. Kata dia, kasus ini menjadi simpang siur dengan beberapa keterangan berbeda dari berbagai pihak.
"Kasus penusuk Pak Wiranto dibiarkan mengambang tidak ada keterangan yang pasti dari penegak hukum. Jadi, simpang siur. Ada yang bilang berafiliasi ke ISIS, bilang orangnya pemabuk, ada yang bilang orangnya stres karena rumahnya digusur di Medan. Jadi, tdak ada berita yang konkret yang diserap oleh kita masyarakat," kata Tengku dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCMisteriPenusukWiranto dikutip Rabu, 16 Oktober 2019.
Dia menyarankan sebaiknya pihak kepolisian membuat keterangan yang resmi untuk bisa dijelaskan ke publik. Menurutnya, jangan ada pernyataan lain yang berpotensi rancu.
Tengku menyebut misalnya keterangan Badan Intelijen Negara (BIN) yang menyebut pelaku penusukan Wiranto, Syahrial Alamsyah atau Abu Rara yang sudah terpantau tiga bulan sebelumnya. "Ada berita yang dari media-media besar bahwa BIN sudah melihat orang ini selama tiga bulan. Tapi, belum ditindak karena belum ada amaliahnya," tutur Tengku.
Ia mempertanyakan penjelasan Juru Bicara BIN Wawan Purwanto terkait pelaku yang terpantau tiga bulan namun terkesan dibiarkan. "Diketahui BIN pak Wawan bilang, orang-orang seperti ini punya afiliasi seperti ISIS. Kenapa enggak didata? Kenapa enggak dipantau 24 jam? Misalnya orang-orang begini kalau berbahaya ya dipantau. Tugasnya BIN. Jangan sampai dia lolos," jelas Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Kemudian, ia pun masih mengaitkan dengan pascaperistiwa penusukan Wiranto. Usai peristiwa tersebut, simpang siur pemberitaan terkait kondisi kesehatan pendiri Partai Hanura itu. Sejumlah tokoh mengeluarkan pernyataan yang justru membuat kerancuan tentang kondisi eks Panglima ABRI itu.
“Tadi alasannya yang memberi tahu kondisi pasien itu dokter. Dokter tanpa bisa memberitahu tanpa izin dari pasien. Apa kondisi Wiranto sekarang? Tadi tidak ada darahnya. Katanya yang darah keluar 3,5 liter. Padahal, darah manusia itu paling banyak 6 liter," ujarnya.
Tengku menyebut figur pengamat Hermawan Sulistyo yang tak punya kepentingan namun memberikan pernyataan. "Ini kan simpang siur, tidak ada keterangan yang pasti. Pak Sulistyo dia dokter bukan, polisi bukan. Pak Wiranto ususnya dipotong 30 sampai 40 cm. Padahal yang berhak dokter itu yang berhak beritahu polisi," ujarnya.
"Nyata-nyatanya, kenapa polisi yang tidak ngomong, berdasarkan rekam jejak Wiranto dari dokter. Jangan biarkan kasus ini liar. Ada yang anggap ini skenario, ada yang bilang ini betul," tuturnya menambahkan.
Menurutnya, salah satu imbas kesimpangsiuran informasi membuat isu menjadi liar dengan mengaitkan Mathla`ul Anwar dalam teror ke Wiranto. Menurutnya, tak ada salah dengan Mathla`ul Anwar sebagai ormas Islam di Menes, Pandeglang, Banten.
"Saya itu mengabdi 30 tahun di Mathla'ul Anwar. Pernah menjadi pengurus besar dan sekarang Wakil Majelis Fatwa di Mathla'ul Anwar. Saya punya beberapa bukti di media sosial, Mathla'ul Anwar sekarang dipimpin PKS, berarti radikal. Terus dipimpin Tengku Zulkarnaen itu di-schreenshot," jelasnya.
Dia heran dengan isu ini karena status Wiranto sampai saat ini merupakan Ketua Penasehat Mathla'ul Anwar. "Padahal Pak Wiranto itu ketua Penasehat Mathla'ul Anwar 15 tahun, makanya beliau meresmikan gedung Mathlaul Anwar, biasa saja dia," tuturnya.
Lebih lanjut, Tengku menyinggung pelaku Abu Rara yang dengan cepat langsung disebut jaringan teroris radikal. Menurutnya, aparat terlalu dini menyebut pelaku radikal.
Dia mengingatkan Indonesia merupakan negara dengan mayoritas umat Islam. Kata dia, 230 juta dari 262 juta merupakan penduduk beragama Islam. Jangan langsung menyebut radikal dengan mengaitkan agama.
Ia menekankan setiap agama termasuk Islam tak pernah mengajarkan seperti yang dilakukan Abu Rara. "Jadi, jangan begitu, jangan dikaitkan agama. Agama tidak mengajarkan itu," ujarnya.
Tengku pun membandingkan kejadian penusukan Wiranto dengan tragedi berdarah di Wamena. Menurutnya, insiden di Wamena menyebabkan 32 orang dari etnis pendatang meregang nyawa.
Namun, kata dia, Jokowi selaku Presiden langsung bicara tragedi di Wamena bukan radikalisme tapi separatisme. "Ketika terjadi di Papua Pak Presiden langsung bicara terang-terangan. Ini bukan ada pembunuhan, bukan radikalisme. Tapi, ada orang-orang separatisme yang turun dari gunung untuk membunuh orang-orang. Tidak ada dikaitkan dengan agama," sebutnya.
Padahal, tragedi Wamena jelas peristiwa kemanusiaan yang merenggut puluhan orang tak bersalah dari anak kecil sampai dewasa. Namun, sekali lagi, tak dikaitkan dengan aksi terorisme yang berafiliasi dengan luar negeri.
Menurutnya, pemerintah harus adil dan jangan mendiskreditkan suatu agama dengan peristiwa.
"Tidak ada dikaitkan radikalisme, teroris berafiliasi ke Israel atau ke mana-mana. Mau kita adil saja. Kalau di sana tidak ada kaitan terorisme padahal pembunuhan 32 orang. Ada yang dikampak, anak balita, dokter dibakar hidup-hidup. Itu bukan radikalisme agama? Kalau begitu Syahril jangan dibilang radikalisme agama. Tidak ada agama Islam yang mengajarkan itu," jelasnya.