GELORA.CO - Pekan lalu, politikus daerah sayap kanan, Julien Odoul meminta seorang ibu yang mengenakan jilbab untuk meninggalkan sebuah galeri di Burgundy-Franche Comte, timur Prancis. Ibu berhijab tersebut tengah menemani anak-anak atau murid-murid dalam aktivitas belajar di luar sekolah atau kunjungan wisata.
Pada hari Senin (14/10), seorang pimpinan partai oposisi konservatif utama yang baru terpilih mengritik insiden itu, tetapi ia juga menyerukan larangan mengenakan jilbab bagi orang tua yang membantu kegiatan aktivitas belajar murid-murid di luar sekolah.
"Anda bisa melakukan hal itu, tanpa menyerang siapa pun," ujar pemimpin Les Republicains, Christian Jacob di radio Inter Prancis. "Tapi di lain sisi, saya juga terkejut bahwa orang berkerudung bisa menemani aktivitas perjalanan murid-murid sekolah."
Tahun 2004, Prancis melarang anak sekolah mengenakan pakaian yang menunjukkan afiliasi keagamaan tertentu. Pegawai negeri juga diwajibkan menjaga netralitas agama.
Simbol-simbol Islam dan kebijakan politik Islam tetap menjadi perhatian utama di antara para politisi dan intelektual Prancis, terutama pada kubu sayap kanan.
Insiden itu telah menuai kecaman dari kaum kiri dan beberapa anggota pemerintahan Presiden Emmanuel Macron. "Ibu yang dihina di depan umum, di depan anak-anak mereka adalah cara menciptakan sektarianisme," tandas menteri kesetaraan gender Prancis, Marlene Schiappa lewat akun Twitter-nya.
Sementara itu, di televisi BFMTV, Menteri Pendidikan Prancis, Michel Blanquer mengatakan pemakaian jilbab tidak boleh dilarang, tetapi direktur sekolah bisa menganjurkan ibu-ibu untuk tidak memakainya saat aktivitas belajar di luar sekolah. [vn]