Menunggu Janji Jokowi, Gaji Rakyat Rp24 Juta/Bulan

Menunggu Janji Jokowi, Gaji Rakyat Rp24 Juta/Bulan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Presiden Jokowi menginginkan gaji warga Indonesia mencapai Rp24 juta per bulan pada 2045. Sekedar angin surga atau PHP, istilah milenial sekarang. Atau memang bisa terealisasikan cita-cita tersebut?

Ekonom senior Rizal Ramli menyebutnya tidak ada yang tidak mungkin. Namun ada sayaratnya. Yakni, ekonomi Indonesia harus bisa tumbuh di kisaran 7%-8% sampai 2045. "Ada negara yang berhasil melakukannya, Tiongkok contohnya. Naik kelas menjadi negara super kaya. Demikian pula Jepang. Setelah perang dunia II saat era PM Ikeda, ekonomi Jepang melesat di atas 10%," papar Rizal Ramli dalam acara talkshow dengan sebuah stasiun televisi nasional di Jakarta, Senin (21/10/2019).

Nah, untuk meraih pertumbuhan ekonomi seperti yang RR, sapaan akrab Rizal Ramli sampaikan, Presiden Jokowi harus merombak total tim ekonominya. "Kalau masih mengandalkan tim ekonomi yang lama, mohon maaf payah deh. Ekonomi cuman 5% doang. Kalau segitu-gitu saja, sulit untuk merealisasikan keinginan mulia dari Pak Jokowi," paparnya.

Masih kata Rizal, tim ekonomi saat ini naga-naganya berkiblat kepada IMF dan Bank Dunia. Indikasinya dua yakni kebijakan pengetatan anggaran dan uber pajak. Ketika ekonomi melambat, kalau pajak diuber khususnya menengah kecil, ditambah pemotongan anggaran, maka ekonomi jelas makin sempoyongan.

"Hal ini sudah pernah saya sampaikan kepada Pak Jokowi tiga tahun lalu. Mas kalau begini terus sampai 2019, pertumbuhan ekonomi mentoknya hanya 5%. Dan, sekarang terbukti benar," kenang mantan Menko Kemaritiman ini.

Dirinya juga menyarankan agar Presiden Jokowi memperhatikan masalah utang. Saat ini, porsi utang Indonesia, boleh dibilang sudah sangat tinggi. Ditambah bunga yang super kemahalan.

Untuk mengatasinya, mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid ini, mengusulkan debt swap. Untuk bond yang bunganya mahal, bisa di-swap menjadi longterm sehingga bunganya bisa lebih murah. "Penurunan bunga utang 1,5% saja, bisa untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan yang defisit Rp29 triliun," ungkapnya.

Kalau ingin menggenjot GDP atau pertumbuhan ekonomi Indonesia, lanjutnya, kuncinya ada di konsumsi. Jangan bebani kelompok menengah-bawah dengan pajak yang ugal-ugalan. "Jangan penjual pecel atau empek-empek kena pajak dan besar pula. Justru pajak mereka harus dilonggarkan. Agar mereka punya daya beli, mereka belanja akhirnya ekonomi ritel hidup," terangnya.

"Kalau orang kaya diberi kemudahan pajak, mereka paling investasi atau beli valas dan sebagainya. Kami sudah buktikan era Gus Dur. Kami naikan gaji PNS, TNI dan Polri 125% dalam 21 bulan. Akibatnya 95% dibelanjakan, sektor ritel hidup akhirnya ekonomi hidup. Banyak cara inovatif agar tidak mandeg 5%. Tahun depan bisa bergerak 6-7%," imbuh mantan Kabulog ini.

Ditanya soal peluang ekonomi digital mendorong pertumbuhan ekonomi, Rizal cuman mengingatkan. Bahwa ekonomi digital harus bisa mendorong tumbuhnya sektor UMKM. Jangan sampai banyak e-commerce namun barangnya impor dari Tiongkok. "Jangan hanya sekedar digital, tidak dikombinasikan dengan ekspor produk Indonesia. Bisnis digital harus sinergi dengan ekspor kita sehingga neraca perdagangan kita sehat. Dan pendapatan rakyat juga meningkat," ungkapnya

Urusan pembangunan infrastruktur, Rizal mengapresiasi keseriusan Presiden Jokowi. Hanya saja, pembiayaannya perlu diatur secara cermat dan brilian. Selama ini, ongkos pembangunan infrastruktur yang didominasi BUMN, kurang efisien. Sehingga melahirkan utang jumbo bagi BUMN. "Namun kebanyakan digarap BUMN, mohon maaf BUMN tidak efisien, ongkosnya kemahalan. Akibatnya utang BUMN membengkak. Ke depan, kebijakan pembiayaan harus dikelola dengan inovatif," ungkapnya.

Untuk pembangunan infrastruktur di Jawa, kata Rizal, sebaiknya tidak menggunakan APBN. Bisa dipilih skema Build On Operate (BOO), atau Build On Transfer (BOT) yang melibatkan swasta. Skema ini cocok lantaran penduduk Jawa relatif memiliki daya beli untuk membiayai infrastruktur. "Sedangkan luar Jawa yang daya belinya lebih rendah, mau tidak mau gunakan APBN," tuturnya.

Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi galau lantaran banyak industri yang merelokasi bisnisnya dari China (Tiongkok) bukan ke Indonesia. Melainkan ke Vietnam dan Thailand. Ternyata, akar permasalahannya adalah harga lahan di Pulau Jawa terlalu mahal.

"Indonesia perlu mempromosoikan pusat industri baru di luar Pulau Jawa. Misalnya Bangka yang harga tanahnya relatif lebih murah. Kalau di situ ada pabrik, otomatis tenaga kerja dari Jawa akan pindah ke sana. Kalau faktor murahnya lahan dan pekerja digabungkan, maka Indonesia akan lebih kompetitif dibandingkan Thailand ataupun Vietnam," pungkasnya. [nl]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita