Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara Dan Hak Politik Dicabut 5 Tahun

Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara Dan Hak Politik Dicabut 5 Tahun

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Terdakwa kasus dugaan korupsi dan obstruction of justice (merintangi penyidikan) proyek KTP elektronik (KTP-el) Markus Nari, dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar Jaksa pada KPK, Andhi Kurniawan di Pengadilan Topikor Jakarta Pusat, Senin (28/10).

Jaksa meyakini mantan anggota DPR RI Fraksi Golkar itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan dugaan tindak pidana korupsi dan merintangi penyidikan kasus mega proyek KTP-el.


"Kami selaku penuntut umum menuntut agar majelis hakim pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Markus Nari terbukti secara dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dan bersalah melakukan tindak pidana merintangi secara tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan perkara korupsi," tutur Jaksa Andhi.

Dalam pertimbangannya, Jaksa menilai ada hal yang memberatkan dan meringankan.

Untuk hal yang memberatkan, Markus dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan menyangkut kedaulatan pengelolaan data kependudukan nasional dikorupsi. Kemudian, merugikan keuangan negara dan tidak mengakui perbuatannya.

"Untuk hal yang meringankan, Terdakwa (Markus Nari) bersifat sopan di persidangan," kata Jaksa Andhi.

Selain itu, hak politik Markus juga dutuntut dicabut selama 5 tahun terhitung dijatuhkannya masa tahanan dan uang 900 ribu dolar AS akibat memperkaya diri sendiri pun harus dikembalikan.

Markus Nari dijerat pasal berlapis yakni pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Kemudian, Pasal 21 UU 31/1999.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita