GELORA.CO - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun ini sangat masif. Jika dikalkulasi se-Indonesia, sejak Januari sampai September lahan yang hangus seluas 857 ribu hektare (ha). Itu setara dengan 13 kali DKI Jakarta yang seluas 66.150 ha.
Berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK ), luas lahan gambut yang terbakar mencapai 227 ribu ha. Yang paling banyak terdapat di Kalimantan Tengah (76 ribu ha). Sedangkan kebakaran lahan mineral terjadi di Nusa Tenggara Timur (119 ribu ha).”Karhutla di lahan mineral terjadi di seluruh provinsi di Indonesia dengan luasan terdampak terkecil di Provinsi Banten dengan 9 hektare,” kata Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo kemarin (22/10).
Jika dibandingkan dengan data akhir Agustus 2019 yang tercatat 328.724 ha, luas kebakaran dalam 2 bulan terakhir mengalami kenaikan hingga 160 persen. Meski demikian, Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Raffles B. Pandjaitan mengungkapkan, luas kebakaran tahun ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan 2015 yang mencapai 2.611.411 ha. ”Oktober nanti diperkirakan berkurang,” katanya.
Data KLHK mencatat, luas karhutla dari Januari hingga September tahun ini 857.756 ha. Perinciannya, lahan mineral 630.451 ha dan gambut 227.304 ha. Luas lahan terbakar di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) 134.227 ha, Kalimantan Barat (Kalbar) 127.462 ha, Kalimantan Selatan (Kalsel) 113.454 ha, Riau 75.871 ha, Sumatera Selatan (Sumsel) 52.716 ha, dan Jambi 39.638 ha.
Berdasar data KLHK, total luas lahan yang terbakar hingga September 2019 lebih besar jika dibandingkan dengan luas karhutla dalam tiga tahun terakhir. Karhutla tahun lalu seluas 510 ribu ha dan pada 2016 sebesar 438 ribu ha.
Sementara itu, data BNPB per kemarin pukul 08.00 WIB mencatat, masih terjadi karhutla di sejumlah wilayah Indonesia. Titik panas atau hot spot teridentifikasi di Sumatera Selatan 153 titik, Kalimantan Tengah 44 titik, Kalimantan Selatan 23 titik, Kalimantan Barat 5 titik, dan Jambi 2 titik. Data tersebut berdasar citra satelit Modis Catalog Lapan pada 24 jam terakhir.
Agus mengatakan, masih adanya titik panas berpengaruh terhadap kualitas udara di wilayah terdampak. Data pengukuran dengan parameter PM 2,5 mengindikasikan kualitas udara pada tingkat baik hingga tidak sehat.
Berikut perincian kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 di enam provinsi. Antara lain, Sumsel tidak sehat (136), Jambi tidak sehat (102), Kalteng tidak sehat (101), Kalsel tidak sehat (60), dan Riau sedang (27). Hanya kualitas udara Kalimantan Barat yang menunjukkan tingkat baik (5) meskipun di provinsi itu terdapat titik panas. ”Selain di enam provinsi tersebut, kebakaran juga masih terjadi di kawasan pegunungan seperti Gunung Cikuray, Ungaran, Arjuno, Welirang, dan Ringgit,” papar Agus.[jpc]