GELORA.CO - Kursi wakil menteri di Kabinet Kerja II dikabarkan akan bertambah. Hal ini dibenarkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin.
Menurutnya, penambahan wakil menteri ini diperlukan untuk mempermudah kinerja pemerintah. "Iya penambahan wakil menteri," kata Ngabalin kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10).
Ngabalin menambahkan, wakil menteri diperlukan karena beberapa kementerian membutuhkan wakil untuk membantu kerja-kerja teknis. "Penambahan kursi wakil menteri ini demi efisiensi semata," imbuhnya.
"Untuk periode kedua ini cukup komplet, karena presiden sangat concern terhadap beberapa masukan dan usulan," lanjutnya. Lebih lanjut Ngabalin menegaskan, nantinya akan ada sejumlah nomenklatur kementerian baru.
"Yang baik adalah nomenklatur yang diubah oleh Pak Presiden. Itu memenuhi sejumlah masukan dan usulan yang disampaikan kepada presiden," tutupnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi akan mengumumkan nama-nama menteri di kabinet barunya pada Senin (21/10).
Namun, bertambahnya kursi wakil menteri jadi pertanyaan sejumlah pihak. Termasuk kalangan pakar politik. Penambahan kursi wakil menteri ini bukan hanya lantaran kompleksitas pemerintahan kedua periode Jokowi, namun juga dianggap karena ada pertimbangan politis.
"Wakil menteri yang banyak bisa menjadi tawaran bagi partai oposisi yang masuk dalam kabinet. Jabatan prestisius tentunya akan diberikan kepada partai koalisi pendukung saat pilpres, yang tentu saja lebih berkeringat," kata pakar politik yang juga founder Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun kepada wartawan, Minggu (20/10/2019).
Analisis ini didasari pernyataan sejumlah elite pro-Jokowi, seperti Erick Thohir, yang menginginkan jatah menteri untuk pihak yang berkeringat. "Selain itu, meminjam kata Cak Imin, partai masbuk, bisa saja koalisi yang datang belakangan diberi banyak posisi wakil menteri," ungkap Rico.
Selain untuk 'partai masbuk', kursi wakil menteri bisa juga diberikan kepada partai koalisi yang perolehan suaranya kecil atau timses yang bukan berasal dari parpol. "Karena memang ada gerakan penolakan yang cukup kuat oleh partai koalisi atas ide rekonsiliasi Jokowi menggunakan jabatan menteri," pungkasnya. [mc]