GELORA.CO - Keluarga almarhum Randy (22 tahun), mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang tewas saat demo di DPRD, Kamis (26/9) lalu, menolak ditemui pihak Kepolisian.
Keluarga Randi yang tinggal di Desa Lakarinta, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, menyebut baru mau ditemui Polisi usai pelaku penembakan sudah ditangkap.
"Bolehlah pihak kepolisian datang menemui keluarga, dengan catatan pelaku sudah ditemukan, atau perkembangan kasusnya sudah matang," jelas perwakilan keluarga, Ryfains Tuani, Senin (1/10).
"Kami menolak memang, tapi dalam artian bukan menolak selama lamanya, tapi dengan catatan, pelaku segera ditemukan, itu yang paling penting," ujarnya.
Menurut Ryfains, kepolisian harus memahami psikologi keluarga korban. Meski kasus ini sedang dalam penyelidikan polisi, namun dalam benak keluarga, penyebab kematian Randy adalah oknum Polisi.
"Ini kesimpulan publik, termasuk kesimpulan keluarga korban juga begitu. Kelurga sangat belum siap bertemu (polisi), atau melihat seragam seragam kepolisian," ujarnya.
Ryfains bilang, sudah banyak dari pihak kepolisian yang datang kerumah keluarga, melakukan pendekatan, namun tetap ditolak. Termasuk beberapa karangan bunga, kata dia, dipindahkan oleh pihak keluarga.
"Kami sudah melarang, sudah datang, kemudian mereka meminta lagi, mereka melakukan pendekatan, tetapi masih dilarang sampai sekarang," katanya.
Ryfains melanjutkan, hal yang membuat keluarga semakin geram kepada pihak kepolisian, utamanya Polres Muna, adalah saat almarhum Randy sudah dinyatakan meninggal, namun akun Facebook resmi pihak Polres Muna menyebut bahwa kabar meninggalnya Randy adalah hoax.
"Kami pihak keluarga belum puas meski sudah di klarifikasi," pungkasnya. [kp]