Jokowi Tak Teken UU KPK, Tanda Perppu Akan Terbit?

Jokowi Tak Teken UU KPK, Tanda Perppu Akan Terbit?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata tidak menandatangani Undang-Undang KPK yang baru. Meski itu tak membuat UU KPK batal, namun muncul penafsiran bahwa sikap Jokowi itu adalah tanda-tanda akan terbitnya Perppu pencabut UU KPK.

"Sebagian pihak menafsirkan demikian, tetapi saya tidak mau berspekulasi, karena toh Perppu menjadi kewenangan Presiden," kata politikus PDIP, Hendrawan Supratikno, Sabtu (19/10/2019).

Perppu yang bisa membatalkan UU KPK itu masih dinantikan terbit dari tangan Jokowi, sejauh ini. Namun UU KPK kini sudah berlaku. Tanpa tanda tangan Jokowi, UU KPK berlaku setelah 30 hari sejak RUU disetujui bersama menjadi UU. Itu sudah diatur dalam Pasal 20 ayat 5 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun sikap Jokowi yang memilih tak meneken UU baru itu dinilai dilakukan karena Jokowi memperhatikan aspirasi yang muncul menolak UU KPK.

"Kalau menyerap aspirasi, pasti, tidak usah kita ragu-ragu lagi. Tapi sekali lagi, sesuai UUD 1945 Pasal 20 ayat 5 memang begitu, bila suatu UU tidak ditandatangani setelah 30 hari maka otomatis dia menjadi UU. Diperkuat lagi dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," tutur Hendrawan yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR periode 2014-2019 ini.

PDIP justru mengingatkan, bila Perppu terbit maka itu berpotensi memantik pro dan kontra sesudahnya. Situasi DPR bisa tegang gara-gara itu.

"Situasi politik memanas karena pro dan kontra. Itu berarti UU ini masuk ranah politik lagi. Sementara kalau judicial review di MK dan legislative review, kita bareng-bareng perbaiki," tuturnya.

Hendrawan mencoba mengingat, sikap untuk memilih tak meneken UU yang telah disetujui DPR ini pernah dilakukan pula oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003. Megawati saat itu tidak meneken UU tentang Keuangan Negara. Saat itu situasinya UU itu memicu kontroversi.

"Perdebatan saat itu, UU tentang Keuangan Negara itu memberikan kekuasaan yang besar sekali kepada menteri keuangan, sehingga dalam tanda petik menteri keuangan lebih powerfull dibanding presiden. Tapi setelah 30 hari tetap menjadi UU," kata Hendrawan.

Dia menjelaskan, saat itu Megawati tak lantas menerbitkan Perppu karena konstitusi Indonesia di periode tersebut menempatkan presiden sebagai mandataris MPR. Selain itu, Indonesia terikat ketentuan Dana Moneter Internasional.

Menurut penelusuran detikcom, selama menjadi presiden, 23 Juli 2001-20 Oktober 2004, Megawati pernah tak bersedia menandatangani lima undang-undang yang telah disetujui dalam sidang paripurna DPR. Kelima undang-undang itu adalah UU tentang Kepulauan Riau (2002), UU tentang Penyiaran (2002), UU tentang Profesi Advokat (2003), UU tentang Keuangan Negara (2003), serta UU tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan.

Jokowi juga pernah tidak menandatangani UU MD3 (MPR, DPD, DPR, dan DPRD) pada tahun 2018. Jokowi beralasan masih perlu waktu melakukan kajian mengingat kuatnya penolakan dari berbagai lapisan masyarakat.

"Kenapa tidak saya tanda tangani? Saya menangkap keresahan yang ada di masyarakat," kata Jokowi soal sikapnya yang tak meneken UU MD3 pada 14 Maret 2018 silam. Entah pertimbangan apa yang melatarbelakangi Jokowi sehingga tidak meneken UU KPK, belum ada penjelasan resmi hingga saat ini.

UU KPK yang disahkan DPR pada 17 September 2019 itu kini sudah dinomori, yakni menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. UU itu sudah berlaku sejak 17 Oktober kemarin. Plt Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Tjahjo Kumolo tak mengetahui alasan Jokowi tak menandatangani UU tersebut.

"Saya nggak tahu," kata Tjahjo di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (18/10) kemarin.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita