GELORA.CO - Presiden Joko Widodo segera mengumumkan susunan Kabinet Jilid II setelah dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2019.
Dari komposisi menteri yang muncul ke publik, Jokowi dikabarkan telah memilih calon menteri dari unsur partai politik dan kalangan profesional. Namun, demikian Jokowi menunjukkan sinyal positif untuk mengambil representasi perwakilan putra daerah.
Mantan Tim Perdamaian Aceh, Yusni Sabi mengapresiasi jika Presiden Jokowi mau mengakomodir perwakilan daerah. Apalagi jika yang dikehendaki Jokowi adalah putra daerah asal Aceh.
"Ke depan saya yakin bapak presiden akan menunjuk salah seorang, atau salah dua orang menteri, atau jangan-jangan salah tiga orang dari Aceh (jadi menteri)," ujar Yusni kepada wartawan, Sabtu (19/10).
Namun demikian, kata Yusni, putra Aceh yang nantinya dipercaya masuk kabinet bukan saja representasi dari daerah, melainkan memang memiliki kompetensi dan berpengalaman.
Lanjut dia, kompetensi dianggap penting. Mengingat selain mewakili daerah, juga melihat masa lalu Aceh yang pernah dilanda konflik.
Dia mengaku sangat mendukung jika presiden dua periode itu mau mengangkat putra Aceh menjadi bagian dari kabinet. Terlebih, selama ini, Jokowi dianggap memiliki perhatian penuh terhadap provinsi yang dijuluki Serambi Mekkah tersebut.
"Kita sangat-sangat mendukung dan sangat menghargai, memberi dukungan, penghormatan sepenuhnya (kepada presiden)," jelasnya.
Terkait dengan menteri apa yang cocok diemban putra daerah asal Aceh itu, mantan Rektor IAIN Ar Raniry Aceh ini menilai ada banyak pos menteri yang bisa diberikan. Namun ia berharap, Menteri Sosial (Mensos) bisa dipercayakan kepada putra daerah.
Menurutnya, dalam sejarah putra asal Aceh hanya bisa tembus menjadi Dirjen di Kemensos. Ia berharap, ke depan kementerian itu dipegang oleh orang yang mengerti resolusi konflik dan bukan berasal dari partai politik.
Seharusnya, tentu saja nanti penempatan seorang menteri itu sesuai dengan kompetensi juga, bukan sekadar formalitas apalagi cuma dapat jatah, ada jatah A jatah B, jatah kelompok, jatah daerah. Bukan itu," jelasnya.
"Tapi kompetensi itu lebih penting untuk menjaga perimbangan-perimbangan itu," tandasnya. (Rmol)