GELORA.CO - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab belum mengeluarkan komentar atas mesranya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Hal itulah yang diungkapkan kuasa hukum FPI sekaligus penasehat hukum Habib Rizieq, Sugito Atmo Seperti dilansir dari Riau24, Jumat (18/10/2019). Kemarin. "HRS setahu saya belum berkomentar," ujarnya.
Namun, Sugito menyebutkan, Habib Rizieq pasti mengetahui fenomena merapatnya Prabowo Subianto ke istana. "Beliau pasti mengikuti perkembangan juga," jelasnya.
Sugito sendiri berpendapat, menyatunya Gerindra ke Istana bakal merusak fungsi check and balance. "Bagusnya, kan, tetap harus ada oposisi yang kritis, yang jumlahnya signifikan,” katanya.
Tetapi, fenomena tersebut bagi Sugito bukan hal yang mengherankan. Karena politik itu dinamis sehingga bisa berubah sikap sesuai dengan kepentingan parpol.
Sugito menambahkan, FPI tetap akan menjadi mitra kritis pemerintah. “Kalau sikap kami [FPI] tetap mengikuti perkembangan, siapapun yang memimpin, meskipun Pak Prabowo yang memimpin, jika bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan umat, kami tetap akan bersikap kritis jika ada yang tidak sesuai,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Ketua PA 212, Slamet Ma`arif. Ia juga menyayangkan sikap Prabowo dan Partai Gerindra yang melakukan rekonsiliasi dengan Jokowi sebagai presiden terpilih.
“Kami menyayangkan Prabowo Subianto dan Gerindra yang kurang sensitif dengan perasaan emak–emak, umat Islam, dan lainnya yang selama ini ikhlas mendukung dan telah berkorban untuk beliau," katanya.
Meskipun nanti Prabowo beserta Partai Gerindra bergabung dengan pemerintahan Jokowi–Ma`ruf, kata Slamet, PA 212 dengan tegas tidak akan pernah melakukan rekonsiliasi dengan ketidakadilan, kecurangan, dan kezaliman.
Slamet meminta kepada pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis 212. Ia juga mendorong kepada pemerintah untuk mengusut kasus pembantaian massa aksi pada 21–22 Mei, pelajar, dan mahasiswa agar segera diungkap.
"Jangan bicara rekonsiliasi sebelum kasus tewasnya 700 petugas pemilu diungkap. Jangan bicara rekonsiliasi dengan kami sebelum imam besar kami Habib Rizieq dipulangkan," kata Slamet.
Menurut Slamet, sikap FPI dan PA 212 ke depan akan tetap berpegang teguh pada hasil Ijtima Ulama IV yang digelar di Lorin Hotel Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Senin (5/8/2019).
Salah satu sikap pada pertemuan tersebut menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman. Sebab, mereka menilai Pemilu 2019 kemarin, adalah pesta demokrasi yang penuh dengan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta brutal.[lj]