GELORA.CO - Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Wilayah Jabodetabek Muhammad Abdul Basit atau Abbas mengaku tidak puas atas sikap Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi terkait upaya pemberantasan korupsi.
Sebab, kata dia, Presiden Jokowi tidak kunjung memenuhi tuntutan mahasiswa. Jokowi tidak kunjung menyatakan akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang KPK.
"Kami sama sekali belum puas terkait sikap Jokowi. Tidak ada tanda apa pun dari Pak Jokowi untuk mengakomodir tuntutan mahasiswa," kata Abbas ditemui usai menggelar aksi menolak UU KPK hasil revisi di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Menurut Abbas, Perppu perlu diterbitkan Jokowi untuk menganulir UU KPK hasil revisi. Sebab, UU KPK hasil revisi dianggapnya penuh pelemahan terhadap lembaga antirasuah.
"Kami tunggu komitmen Pak Jokowi untuk menyelesaikan agenda pemberantasan korupsi," ungkap dia.
Sementara itu, Koordinator BEM SI wilayah Jabodetabek Erfan Kurniawan menyebut pihaknya akan menggelar aksi lanjutan andai Jokowi tidak mengeluarkan pernyataan menerbitkan Perppu KPK.
Sesuai rencana, aksi tersebut dipusatkan di Jakarta. Seluruh mahasiswa dari berbagai daerah akan datang menolak UU KPK dan mendesak Jokowi menerbitkan Perppu.
"Nanti akan ada terpusat di Jakarta. Nanti kawan kami dari daerah berdatangan ke Jakarta," ungkap dia ditemui usai menggelar aksi menolak UU KPK hasil revisi di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis ini.
Aksi lanjutan itu, kata Erfan, akan digelar setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2019.
BEM SI tidak ingin muncul isu menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI ketika aksi dihelat sebelum 20 Oktober. Sebab, hal itu berpotensi mengaburkan narasi tuntutan mahasiswa.
"Kalau kapan (aksinya), yang pasti setelah pelantikan. Jadi, tidak ada isu mahasiswa menggagalkan pelantikan Presiden," ucap dia.
Selain menolak UU KPK, kata Erfan, aksi lanjutan akan membawa isu terkait evaluasi program Nawacita milik Jokowi. Menurut dia, Jokowi masih memiliki banyak pekerjaan rumah menuntaskan program yang tertuang dalam Nawacita.
"Salah satu (yang dievaluasi) terkait dengan upaya pemberantasan korupsi. Intinya adalah Nawacita itu menguatkan semangat pemberantasan korupsi. Seharusnya kalau ini jadi prioritas, presiden membuat namanya KPK dikuatkan. Namun, ketika muncul UU KPK yang direvisi, itu justru melemahkan," ungkap dia. [nn]