GELORA.CO - Rencana Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2020 ramai dibahas, salah satunya anggaran lem Aibon senilai Rp 82 miliar yang menjadi pertanyaan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merasa sistem anggaran DKI Jakarta saat ini sudah digital, tapi tidak smart. Akibatnya, masih ada masalah penganggaran selama bertahun-tahun.
"Iya, jadi sistemnya sekarang ini sudah digital, but not a smart system. Itu hanya digital aja, mengandalkan orang untuk me-review. Itu sudah berjalan bertahun tahun. Karena itu ini akan diubah, tidak akan dibiarkan begitu saja. Let's do it in a smart way," ucap Anies Baswedan kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Menurut Anies, sistem yang smart bisa mengoreksi kesalahan memasukkan data. Dengan demikian, kemungkinan munculnya anggaran yang aneh akan bisa dikurangi.
"Kalau smart system dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi. Dia bisa menguji. Ini sistem digital tetapi masih mengandalkan manual," ucap Anies.
Anies menjelaskan sistem yang dia maksud. Dengan logika algoritma, Anies yakin sistem itu bisa tercipta.
"Begitu ada masalah langsung nyala. Red light. Begitu ada angka yang tidak masuk akal, langsung muncul warning. Kan bisa tahu. Ini tinggal dibuat algoritma aja, 'if' item-nya itu jenisnya Aibon, harganya Rp 82 miliar, sebenarnya harganya kan enggak semahal itu. Harganya Rp 20 ribu, Rp 30 ribu, terus totalnya mencapai puluhan miliar, pasti ada salah. Harusnya ditolak itu sama sistem," ujar Anies.
Menurut Anies, proses penganggaran terlalu rinci di level perencanaan. Lebih bagus, saat memasukkan rencana, hanya disebut kegiatannya saja. Anies mencontohkan kegiatan konser. Jika direncanakan, maka anggaran untuk konser harus dirinci komponennya.
"(Alokasi anggaran) Rp 100 juta harus ada turunan komponen, di kita diturunkan detail hanya pada level rencana. Padahal yang dibutuhkan kegiatannya dulu karena akan dibahas dengan Dewan, sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. toh nanti yang penting dibahas," kata Anies.
Bagi Anies, tindakan itu yang membuat pembuat anggaran asal merencanakan karena nanti pun akan ada koreksi.
"Terlalu detail di level itu ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor. Toh diverifikasi dan dibahas. Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh. Kalau sistem smart, maka dia akan melakukan verifikasi," kata Anies.
Sebelumnya, PSI menyoroti anggaran lem Aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. Lalu anggaran ballpoint Rp 124 miliar jadi pertanyaan PSI.
"Selain anggaran lem Aibon tersebut, Fraksi PSI Jakarta juga menemukan adanya usulan anggaran pengadaan ballpoint sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp 121 miliar di Dinas Pendidikan, dan beberapa unit server dan storage senilai Rp 66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik," kata anggota DPRD DKI Fraksi PSI, William Aditya Sarana, dalam keterangan pers tertulis.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta lalu menjelaskan bahwa anggaran itu merupakan anggaran sementara untuk kemudian diubah setelah mendapat rencana anggaran dari pihak sekolah. Anggaran yang tertulis dalam lem Aibon merupakan anggaran alat kelengkapan kantor Biaya Operasional Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Ada perubahan angka setelah dilakukan penyesuaian.[dtk]