GELORA.CO - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan, sejak tahun 2014, kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di Indonesia mengalami kemunduran.
Menyitir situs freedomhouse.org, Elsam menyatakan, indeks kebebasan berpendapat Indonesia hampir lima tahun sudah tidak lagi dalam level bebas.
"Sebenarnya, dalam konteks kebebasan berekspresi dan berpendapat, sejak 2014 —menurut Freedom House— kita menurun dari free menjadi partly free. Artinya, ada kemunduran terhadap demokrasi terkait penikmatan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia," kata Peneliti Elsam, Lintang Setianti, dalam diskusi Habis Gelap Terbitlah Kelam di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Dalam penjelasan di situs tersebut, kebebasan berekspresi Indonesia mundur pada 2014 terkait penerbitan UU Ormas, medio 2013.
UU itu dinilai mengekang kebebasan warga Indonesia, terutama setelah serangkaian diskriminasi kepada kalangan penganut Ahmadiyah.
Setelah mundur ke level partly free, hingga saat ini belum ada kemajuan dalam sektor kebebasan berpendapat.
Elsam berpendapat, ada andil pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi dalam kemunduran tersebut.
Salah satu yang disoroti adalah pasal karet yang semakin sering digunakan untuk mengkriminalisasi aktivis.
UU ITE serta pasal makar dan pasal penodaan agama KUHP jadi regulasi paling sering mengkriminalisasi kebebasan berpendapat.
"Pasalnya masih karet karena berpotensi adanya cherry picking (tebang pilih), artinya para penegak hukum hanya menindaklanjuti postingan-postingan yang misalnya mengkritisi pemerintah," tutur dia.
Lintang memprediksi, periode kedua Jokowi tak akan berbeda jauh jika pasal karet dan penegak hukum tidak dievaluasi kembali.
"Saya tidak mau bilang suram, tapi akan melelahkan, akan sangat melelahkan seperti beberapa bulan terakhir ini kita lelah melihat berita-berita penangkapan, kriminalisasi yang sangat banyak," ujarnya.
Istana sejauh ini belum memberikan pernyataan terkait menurunnya kebebasan berekspresi di Indonesia ini. [mc]