Dosen Nyentrik UK Petra Andrian Dektisa yang Suka Pakai Kostum Perang

Dosen Nyentrik UK Petra Andrian Dektisa yang Suka Pakai Kostum Perang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

Dosen yang satu ini suka bikin mahasiswanya kaget. Penampilannya saat mengajar kerap berbeda dengan dosen pada umumnya. Khususnya ketika mengajar mata kuliah tertentu.

Hanaa Septiana, Surabaya

Dr Andrian Dektisa H. SSn MSi memulai penampilan nyentriknya ketika meneliti komunitas penghobi reka ulang sejarah. ”Kamu tidak akan bisa meneliti dan menceritakan pada disertasi kalau kamu tidak masuk di dalam komunitas itu,” kata Andrian menirukan ucapan dosen pembimbingnya di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta.

Andrian pun menjadi anggota komunitas tersebut. Lama-lama, dia kepincut untuk mengenakan baju-baju perjuangan. Tidak hanya di acara-acara tertentu, penampilan itu sesekali dia pilih ketika mengajar di Universitas Kristen Petra (UKP).

Meski menjadi dosen sejak 1999, Andrian baru berpenampilan seperti pejuang setelah menyelesaikan program doktor. Yakni, sejak 2015. Kapan memakainya? Saat suasana hati dan mata kuliah tertentu dianggapnya pas. Terutama jika sedang galau, jengkel, atau bosan. ”Mahasiswa saya jadi ngeh kalau saya sedang enggak mood,” ujarnya, lantas tertawa.

Dia juga mengenakannya saat mengajar mata kuliah metodologi penelitian desain komunikasi visual. Pada mata kuliah tersebut, terdapat bahasan tentang decode.

Yakni, pesan tersembunyi dari suatu tampilan. Salah satunya tampilan busana. ”Saya jadi bisa menceritakan langsung kenapa harus memakai busana itu,” papar pria asli Salatiga, Jawa Tengah, itu.

Dalam kuliah tersebut, dia juga bisa menceritakan disertasinya tentang parodi visual. Yakni, memakai busana tertentu untuk menutupi kelemahan dan rendah diri. Andrian mencontohkan baju-baju perang tentara luar negeri yang dipakai para penghobi reka ulang sejarah. Mereka sering kali diajak foto-foto ketika sedang lewat di depan banyak orang.

”Padahal, enggak kenal dan enggak tahu maksudnya apa. Cuma tahu bajunya unik. Inilah yang dinamakan parodi visual,” tutur pria 51 tahun itu. Melalui baju yang dikenakannya, dia bisa menjelaskan secara konkret kepada mahasiswa. ”Semata-mata tujuan saya agar mahasiswa tidak susah mencerna penjelasan ketika kuliah,” ucap anggota komunitas DeMardjikers itu.

Hal tersebut dibenarkan mahasiswanya, Alwan Darishilmy. Dia tidak mempermasalahkan sang dosen berpenampilan seperti itu. ”Awalnya ya ngerasa aneh, tapi beliau asyik juga kalau lagi jelaskan. Jadi enggak bosenin,” tutur mahasiswa Desain Komunikasi Visual UKP itu.

Tanggapan aneh-aneh kerap diterima Andrian saat berada di kampus. Baik dari mahasiswa maupun dosen lain. Namun, Andrian tidak pernah ambil pusing. Dia menganggap kampusnya terbuka untuk semua kalangan. Yang penting sopan dan tidak mengganggu.

Koleksi baju pejuangnya mencapai 25 setel. Baik baju pejuang dalam maupun luar negeri. Untuk dalam negeri, dia punya koleksi baju pejuang BKR, TKR, dan beberapa jenis TNI. Untuk baju pejuang luar negeri, ada baju tentara Inggris, Belanda, dan lain-lain. Dia membaginya sesuai urutan waktu. Sebelum 1946 dan rentang 1946–1950-an.

”Kalau kata istri, lebih ganteng pakai yang tentara Inggris. Jadi, itu favorit saya,” imbuh pria tiga anak itu.

Andrian biasa membeli baju-baju tersebut dari pedagang loak. Baik di Surabaya maupun luar kota. Jika tidak mendapatkannya, dia akan membuat baju dengan desain dan bahan yang sama. Itu juga berlaku untuk aksesorinya. Misalnya, tas pinggang dan replika senjata. Dia juga menceritakan pengalaman membeli baju yang ada noda darahnya. ”Awalnya enggak tahu kalau ada noda karena beli pas malam. Pas dicek, ada. Saya kira itu bekas tembakan dari pejuangnya,” ujarnya.[jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita